LONGLIFE EDUCATION
EDUCATION AS LONG AS LIFE
Bagi saya, belajar itu sesuatu yang menyenangkan, karena itu saya tak pernahSebagai contohnya saya sendiri. Kalau ditanya pastilah saya ingin melanjutkan ke S2 bahkan S3, tapi kalau menilik kembali latar belakang saya yang berprofesi sebagai ibu rumah tangga, mungkin agak berlebihan kalau saya memaksakan diri untuk menempuh S2, tapi pasti akan lain kalau saya mempunyai karir dan jabatan tertentu yang menuntut saya untuk berlaku professional dan up to date, pastilah saya tidak akan ragu-ragu lagi untuk menempuh program S2, sekalipun mungkin harus bekerja keras untuk membiayai dan mencapainya.
berhenti untuk belajar. Memang akan lebih menyenangkan apabila kita bisa
menempuh pendidikan formal, tidak hanya berhenti pada jenjang S1, tapi bisa
berlanjut ke S2, dan S3. Tapi karena berbagai alasan, seringkali kita tak dapat
melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi.
Belajar, akan terasa menyenangkan dan mudah kalau kita bisa menyesuaikan dengan kondisi kita. Semisal dulu saya ingin mengambil akta mengajar, padahal Universitas paling dekat yang mempunyai program Akta berjarak sekitar 15 km dari rumah saya, dan perkuliahan pada sore sampai agak malam, padahal saya harus mengasuh anak-anak saya, maka saya tidak jadi memilih universitas itu, jadi saya mengambil program Akta di Universitas Terbuka (UT), sekalipun banyak teman saya yang mengatakan kuliah di UT sangat sulit, tetapi karena saya pikir itu lebih mudah saya lakukan, maka saya lebih memilih program ini di UT. Sebagai konsekuensinya saya harus rajin menyambangi kantor pos untuk memposkan tugas-tugas mandiri yang harus saya kirim ke kantor pusat di Jakarta, memesan buku lewat pos, dan berkonsultasi dengan pembimbing lewat telepon (dahulu Internet dan warnet masih belum memasyarakat, sehingga saya lebih mengandalkan kantor pos). Di sini saya belajar hanya dari modul, maka saya jadi mengerti, mengapa teman-teman saya jarang yang bisa lulus tepat waktu dan menganggap kuliah di UT sangat sulit, sebab mereka malas belajar, karena kuliah di UT betul-betul tergantung pada kemauan kita untuk belajar. Apalagi kalau tidak mau membaca modul, pastilah akan keteteran dan kesulitan mengerjakan soal-soal ujian yang memang sulit, karena disusun oleh para dosen yang tidak pernah bertatap muka dengan mahasiswanya.
Selain belajar secara formal, saya juga ikut belajar bersama suami, ketika beliau mengambil Magister Psikologi pendidikan. Saya memang tidak belajar secara formal, tapi paling tidak saya tertular oleh ilmu yang didapat suami, sebab saya juga rajin membaca buku-buku psikologi milik suami yang ternyata sangat menarik minat saya. Ditambah membantu mengerjakan tugas-tugas kuliah, membuat presentasi, mengetik makalah, dan berdiskusi dengan suami tentang bahan perkuliahan, membuat seolah-olah saya ikut kuliah bersamanya. Dengan menyelami ilmu psikologi membuat intuisi saya terasah, sehingga seringkali tebakan dan prediksi saya terhadap suatu masalah, baik masalah yang saya hadapi maupun masalah yang dialami suami seringkali tepat. Yah..Alhamdulillah, belajar memang tak selamanya harus duduk di bangku kuliah.
Sebenarnya, selama kita hidup, kita juga terus belajar menjalani kehidupan, bagaimana bermasyarakat, bagaimana menjalani kehidupan rumah tangga, bagaimana membesarkan anak, mendidik, memecahkan problem kehidupan, semua menuntut kita untuk belajar. Karena itu, jangan berkecil hati bila tidak bisa menempuh pembelajaran secara formal, sebab kehidupan itu sendiri adalah ajang pembelajaran. Jangan pernah berhenti untuk belajar, karena semakin cepat kita belajar, pembelajaran lain akan segera menanti kita untuk dipelajari. Longlife education!!!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar