Kamis, 06 Agustus 2009

In memoriam Si Mbok


SI MBOK



Wanita tua itu begitu energik, tak banyak omong, tapi selalu saja ada yang dikerjakannya. Aku senang memandanginya diam-diam dari balik nako jendela.
”Bu, singkong...! Sudah kukupas sekalian, tinggal mengolah, mau direbus apa digoreng, terserah. ” Tiba-tiba wanita itu sudah berada di dapur rumahku, sambil meletakkan 2 buah singkong yang telah dikupas di meja dapur.
”Iya, Mbok. Terima kasih! Aku ikut berteriak sambil bergegas ke dapur, tapi Si Mbok sudah lenyap entah ke mana. Aku kembali ke tempatku tadi berdiri, di balik nako jendela. Kulihat Si mbok sudah bersusah payah mengangkat tangga dan disandarkan di tembok rumah. Sebakul ketela yang telah dicuci dan dikupas dipanggulnya sambil naik ke atas genting. Rupanya Si mbok mau membuat gaplek. Aku hanya menggeleng-gelengkan kepala. Tomboy juga nih Si Mbok. Ditatanya ketela-ketela itu di atas genting. Dan diambilnya lagi bakul yang lain. Si Mbok memang sedang panen singkong. Hasilnya bagus. Si Mbok selalu memilih bibit tanaman pilihan, selalu yang terbagus. Si Mbok adalah orang yang perfeksionis dalam hal pilihan.
”Mbangkong ya,Bu? ” Si Mbok menyapaku sambil tertawa, ketika pagi itu kami berpapasan di sumur. Aku tersenyum malu, tanpa membalas pertanyaannya.
”Manten anyar..manten anyar...! Kata Si mbok geli. Aku semakin malu. Mbangkong? Artinya apa ya..?? Kalau di tempatku Bangkong itu artinya katak. Jadi Si Mbok mengira aku seperti katak? Manten anyar? Ah..Si Mbok ada-ada saja. Aku nyengir malu. (Tapi setelah tahu artinya aku malah terbahak-bahak bersama suami, ternyata mbangkong itu artinya bangun kesiangan. Ah..ternyata Aku yang berpikiran yang tidak-tidak!). Aku memang masih baru di sini. Baru beberapa hari ini kami ( Aku dan suamiku)mengontrak di sini. Tepat seminggu setelah kami menikah. Bahkan Si Mboklah yang memasak nasi dan membantu kami mengatur semuanya ketika kami boyongan pindah ke sini. Si Mboklah yang menyambut tamu, mengundang tetangga kiri kanan, dan menyambut rombongan kami. Ah..Si Mbok layaknya menjadi orang tua kami di sini. Sebenarnya kami tidak layak disebut mengontrak, sebab Si Mbok tidak mematok harga kontrakan. Hanya beberapa ribu saja, mungkin tidak sebanding dengan harga kontrakan dan kebaikan yang ditawarkan Si Mbok. Idhep-idhep menjaga rumah dan menemani Si Mbok. Itu saja kata Si Mbok sederhana. Di samping rumah Si Mbok juga ada anak laki-laki dan keluarganya. Mereka juga keluarga sederhana yang baik. Sebagaimana masyarakat di kampung sini, mereka adalah orang-orang yang taat beribadah. Membuat Aku merasa nyaman tinggal di sini, meski sepi dan jauh dari kota, tak menjadi masalah bagiku.
”Bu, Garut dan Uwi rebus, nih!” Si Mbok berteriak dari dapur seperti biasanya. Tahu-tahu Si Mbok sudah jauh berjalan menuju ke sawahnya. ”Terima kasih, Mbok...!” Suaraku mungkin sudah tak terdengar oleh Si Mbok, sebab Dia sudah jauh dari pandanganku, langkahnyanya cepat dan mantap, tanpa suara. Di tangannya tergenggam sebilah sabit. Ah..Si Mbok betul-betul pekerja keras. Di meja dapurku tergeletak sepiring hasil kebun Si Mbok. Singkong, Uwi, Garut, gembili.....Aku tersenyum, teringat pada Bapak yang suka pada Umbi-umbian seperti ini. Kucicipi satu persatu sambil tersenyum teringat kampung halamanku yang juga penuh dengan tanaman seperti ini. Si Mbok mungkin mengira aku tak tahu dengan umbi-umbian seperti ini, padahal bapak sering menyuruhku merebusnya. Ehm...Enak. Makanan yang susah dan langka didapatkan orang-orang kota.
Kukembalikan piring Si Mbok dengan sedikit masakan yang baru saja kubuat. Meski ditinggal, pintu dapur Si Mbok tak pernah dikunci. Tembok dapur kami memang menjadi satu. Pintu rumahku dan pintu rumah Si Mbok bersebelahan, tapi terpisah oleh sumur dan kamar mandi. Kamar mandi yang unik, dibuat seperti penampungan air, dengan air mancur yang mengalir seperti kran untuk wudhu. Dulu pertama kali di sini, badanku basah kuyup, sebab pancuran itu tiba-tiba menyembur dan alirannya sangat besar langsung menyembur ke bajuku. Pengalaman yang tak akan pernah kulupakan. Kalau mandi seperti mandi di pancuran. Lucu dan unik.
Amben dapur Si Mbok tertata rapi. Ada sambal dalam cobek yang sedikit mengering. Kutinggal saja piring Si mbok dan kututupi dengan kukusan. Di tungku masih ada sedikit bara, tapi tak berbahaya. Lantai yang terbuat dari tanah liat juga terlihat sudah disapu bersih. Sedikit basah oleh siraman air agar debunya tak bertebaran ke mana-mana. Kututup lagi pintu dapur Si Mbok, dan Aku kembali masuk pintu dapurku sendiri.
”Bu...! Si mbok sudah nongol di pintu dapurku dengan tampah berisi banyak piring. Nasi, Sayur tempe lombok ijo, kari ayam. Kering tempe...! Ehm...Si mbok masak besar rupanya. Pantesan dari tadi bau lezatnya masakan tercium dari dapurku. Ternyata diam-diam Si Mbok masak besar. Dan Aku pasti kebagian. Ah Si Mbok..dengan apa Aku mesti membalas kebaikanmu.
”Bu, besok Mbok mau korban kambing...!” Si Mbok membantuku memindahkan masakan Si Mbok ke piringku sendiri.
”Di sini yang korban banyak to, Mbok? Satu lagi yang kukagumi, ternyata di sini orang suka berqurban. ”Tidak, tapi nanti ada dua ekor yang korban arisan, maksudnya patungan beramai-ramai, terus nanti atas namanya bergantian. Kalau Mbok-e korban 2 ekor, Buat Mbok-e sama almarhum suami Mbok-e,” Si Mbok menjelaskan padaku. Ooo..ternyata tidak semua orang yang suka berqurban. Tapi diam-diam aku kagum dan malu pada Si Mbok, beliau yang hidupnya begitu sederhana justru qurban 2 ekor kambing, sementara aku (yan g harusnya juga harus mampu berqurban), dan orang-orang di sekitar sini yang hartanya berlimpah justru menjadi penerima daging qurban. Ah..Si Mbok, Dia memang wanita luar biasa. Aku yang baru mulai mengenyam kehidupan berkeluarga dan bermasyarakat banyak belajar padanya.
”Bu...! Teriakan Si Mbok masih lantang seperti dulu. Kulihat Si Mbok dibonceng sepeda motor oleh tetangga sebelah rumahku waktu mengontrak di rumah Si Mbok. ”Mbok..!” Aku membalas teriakan Si Mbok, tapi Dia sudah jauh dalam boncengan sepeda motor. Ah..aku selalu ketinggalan dibanding Si mbok yang cekatan. Beberapa waktu yang lalu, kudengar Si Mbok sakit, tapi hari ini sudah kulihat sendiri Si Mbok berteriak menyapaku. Aku lega,...sebab belum sempat menengoknya. Ah..kenapa aku terlalu sibuk dengan kehidupanku sendiri sehingga lupa mengunjungi Si Mbok.
Sehabis Isya’ Aku bercengkerama dengan anak dan suamiku. Tak terasa sudah 13 tahun waktu berlalu. Aku sudah mempunyai 2 orang anak laki-laki yang mulai ABG, dan aku sudah mempunyai rumah sendiri yang jaraknya hanya beberapa ratus meter dari rumah Si Mbok. Meski dekat kami jarang bertemu, hanya saat lebaran aku selalu sowan ke tempat Si Mbok. Dan saat teraweh di mushola yang sama kami selalu bertemu. Si Mbok tak pernah absen shalat teraweh dan berjamaah di mushola. Terkadang anak-anak bandel yang membuat keributan di mushola dimarahi Si Mbok. Si mbok memang sangat peduli pada sopan-santun anak-anak. Terkadang ada yang jengkel, tapi aku tetap salut pada Si Mbok yang sangat peduli. Aku sudah kangen dengan saat-saat Romadhon yang menyenangkan. Tinggal satu bulan lagi. Tiba-tiba Kami dikejutkan oleh suara Loudspeaker dari Masjid.” Innalillahi wa Innailaihi Rojiun. Telah berpulang kre Rahmatulloh...!” Suara bising mengganggu pendengaran kami. Ah, nantilah tanya tetangga sebelah, atau besok pagi saja ta’ziahnya, pikirku. Tapi kemudian , suara loudspeaker dari mushola kami juga berkumandang. Dan...Ya Allah Ya Rabbi...! Bukankah itu nama Si mbok yang disebut?? Jantungku serasa berhenti berdetak. Benarkah?? Innalillahi wa Innailahi Rojiun. Aku bergegas ke rumah Si Mbok...! Di sana sudah banyak orang berkerumun. Rupanya Si mbok beberapa minggu ini sakit lagi lebih parah. Ah...maafkan Aku Mbok, mengapa aku terlalu acuh, sehingga sampai tak tahu kalau penyakitmu sudah parah. Maafkankan Aku, Mbok. Semoga engkau tenang di alam sana. Si Mbok yang rajin, mandiri, keras, dan tidak neko-neko. Penguburan Si Mbok begitu lancar, Si Mbok ternyata sudah mempersiapkan segalanya. Dalam waktu 3 jam setelah Si Mbok meninggal, Si Mbok berhasil dimakamkan. Selamat tinggal, Mbok. Semoga lancarnya pemakamanmu menandakan lancarnya jalanmu menuju surga yang indah. Ya Allah...Ampuni dan kasihanilah Si Mbok. Sejahterakanlah dia, maafkanlah kesalahannya, muliakanlah tempat kembalinya, lapangkanlah kuburnya, sucikanlah di dengan air yang bersih, gantilah rumahnya dengan rumah yang baik, keluarga yang baik, suami yang lebih baik, dan masukkanlah dia ke dalam surga. Lindungilah ia dari siksa kubur dan fitnahnya, dari api neraka, .......!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar