Kamis, 13 Agustus 2009

Oh...Pintu!!!


OH..PINTU!!!!!





Dueerrrrrrrrr!!!!! Pintu depanku tertutup seketika karena dihempas angin yang bertiup keras. Jendela di sampingnya bergetar hebat seolah merontokkan kaca-kaca yang terpasang pada kisi-kisi jendela. Kalaulah bukan terbuat dari jati, mungkin kusennya sudah ambrol atau retak. Kuelus dadaku merasakan jantung yang empot-empotan karena kaget. Entah mengapa orang bule menyebut pintu itu door bukan deer!!padahal bunyinya jedar-jeder.


Pintu kubiarkan terbuka. Aku baru saja selesai mengepel lantai teras dan ruang tamu. Aku bergegas ke belakang. Masih ada cucian segunung yang butuh campur tanganku.



”Alhamdulillah..! Selesai sudah pekerjaanku hari ini. Kuberjalan ke depan untuk mengecek tanamanku. Ya Allah..!!Apa ini? Kotoran ayam?? Setelah capek membersihkan kini kotor dalam sekejap!...dan itu apa?? Seekor bayi kambing sedang asyik melahap tanamanku.....! Haruskah aku marah pada binatang??Sabar..sabar...!


Halamanku penuh dengan rumput. Aku berniat membersihkannya. Tapi sampai sebelah mana? Memang ada pathok batas yang terpasang di empat sudut tanahku, tetapi garis batasnya tak ada. Bahkan di halaman belakang rumahku, semua bercampur jadi satu. Tanaman tetangga nangkring di kebunku. Seneng sih, bisa ikutan memanen (:d). Tapi aku tak nyaman dengan keadaan ini.


”Bu, itu pisang kepunyaanku. Almarhum bapakku yang dulu menanamnya,” Bu Uswatun tetangga belakang rumahku mengklaim pisang yang tumbuh di kebunku, di tanahku.


”Ooo, silakan ditebang,Bu. Hampir saja saya panen,” Jawabku kecut. Padahal aku sudah senang dengan tanah yang belum lama kubeli, dan telah kudirikan rumah di atasnya.


”Biar sajalah,Bu. Wong belum mateng,kok. Lagian saya belum butuh!” Bu Us menjawabku dengan santai. Aku agak keqi. Lha nanti kalau ada yang menanam durian, nangka, rambutan, mangga di kebunku, apakah aku juga harus bersabar membiarkannya?? Aku sungguh-sungguh tak mengerti.


”Kok tidak pernah di rumah to,Bu? Dinasnya di mana?? Seorang tetangga bertanya padaku ketika bertemu Aku pada pengajian ibu-ibu.


”Ah..saya di rumah terus,kok. Momong anak..!” jawabku setengah heran, darimana dia tahu aku tidak pernah di rumah?


”Lha pintunya tertutup terus, saya kira rumahnya kosong!” Ada kilat sinis di matanya ketika mengeluarkan kalimat itu.


Duh..Gusti, Ya Allah ya Rabbi..! Pintu lagi yang menjadi masalah. Tidak melihatkah dia kalau meski pintu tertutup, jendelaku terbuka semua?? Kalau memang ingin bertamu, mengapa tidak memberi salam atau mengetuk pintu???Kalau aku ada di rumah, dan tahuada tamu, pastilah akan kubukakan.Aku sungguh tak mengerti.


Kami membangun pagar sekeliling tanahku. Di depan kami memasang pintu gerbang.


” Iya, bagus Bu. Jadi aman, biar harta bendanya tidak ada yang menyentuh.


” Biar tak ada orang minta sumbangan,”


”Wah, senang, sekarang tak perlu khawatir ada pemulung masuk,”


”Dasar orang pelit, takut kalau ada yang menyentuh tanahnya


”Sok kaya saja, Pakai dipagar-pagar semua, di sini kan aman. Wong tinggal di desa kok kaya di kota saja.”


”Takut kali kalau ada tetangga yang ngutang,jadi rumahnya ditutup rapat,”


Itu hanya beberapa saja ucapan orang yang sempat membuat telingaku memerah. Tapi aku tak peduli. Aku sungguh tak mengerti, mengapa orang masih saja ribut dengan orang lain.

Aku berniat mengecek tukang untuk mempersiapkan hidangan ketika kulihat seorang babinsa mengajak salah seorang tukangku ngobrol. Duh…rupanya aneh juga membangun pagar kaya benteng dan memasang pintu gerbang. Sampai-sampai dicurigai...! Mungkin aku dikira menyembunyikan korban kaya ”Ryan si jagal”, atau bahkan dicurigai menyembunyikan teroris karena bukan orang asli sini. Lagi-lagi karena pintu.


Di televisi kulihat seorang ibu sedang berapi-api mengeluarkan pendapatnya diwawancarai oleh sebuah TV swasta mengenai seseorang yang diduga teroris.


”Iya, Si A itu memang lain dari orang-orang di sekitar sini, pintunya selalu tertutup. Kalau orang asli sini pasti pintunya terbuka.Kami selalu terbuka pada kedatangan orang lain.”


Duh Gusti, lagi-lagi pintu. Tidakkah orang berpikir kalau rumah itu aurat pemiliknya, sehingga perlu pintu yang bisa membatasi pandangan?, Tidakkah orang tahu, kalau bertamu itu perlu minta ijin, atau mengetuk pintu, tidak slonong boy asal pintu terbuka?? Tidakkah orang tahu, kalau pintu itu batas privacy orang untuk mengijinkan orang lain masuk ke dalamnya? Tidakkah orang tahu, kalau orang tidak boleh masuk pintu rumah orang lain tanpa ijin pemiliknya? Tidakkah orang tahu, kalau pintu juga bisa menyembunyikan aib dalam keluarga? Tidakkah orang tahu, tanpa pintu sebuah rumah belum layak disebut rumah? Mungkin.. tidak ada orang yang berpikir sejauh itu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar