Selasa, 24 Maret 2009

Arrogan make me fool


Dokpri


I KNOW WHAT IAM DOING,
BADAI PASTI BERLALU
DAN KEKAGUMAN UNTUK SANG PROFESOR

(Ketika aku diberi kesempatan untuk menjalani nikmatnya mengajar )



Selepas mengikuti seminar untuk guru di SMA Bakti Ponorogo, yang bertajuk “ Pemanfaatan teknologi Informasi dan Komunikasi Sebagai Media Pembelajaran dan Peningkatan Profesionalisme Guru” saya merasakan suatu kegelisahan yang amat sangat. Saya merasa tidak setuju dan jengkel pada Profesor.Dr.Nyoman S.Degeng, MPd. Salah seorang pembicara dalam Acara tersebut. Saya merasa apa yang selama ini menjadi keyakinan saya, I know What I am Doing, telah dimentahkan oleh beliau.
Selama ini, saya merasa, apa yang telah saya lakukan adalah sesuatu yang paling benar menurut anggapan saya, dan apapun yang akan saya lakukan, saya pasti telah tahu resiko baik buruknya. Tetapi pada acara seminar itu saya betul-betul merasa dijatuhkan dari ketinggian dan terjerembab dalam kubangan.
Ceritanya begini :
Saat itu Sang Profesor menuliskan 3 kalimat yang hampir sama, yaitu :
BADAI PASTI BERLALU
BADAI PASTI BERLALU !
BADAI PASTI BERLALU ?
Beliau menawarkan pada peserta seminar untuk memilih salah satu dari ketiga kalimat itu. Untuk kalimat pertama hanya ada 3 orang yang memilihnya. Saya termasuk di antara 30 peserta yang memilih kalimat kedua, sebab saya merasakan suatu keoptimisan dan semangat dalam kalimat itu untuk menghadapi badai, sedangkan kalimat pertama dan ketiga bagi saya adalah suatu ketidakpastian. Sayapun hanya tersenyum simpul ketika untuk kalimat ketiga tidak ada seorang pesertapun yang memilihnya, padahal masih tersisa ratusan peserta yang belum memilih. Ini mengingatkan saya pada siswa-siswa yang ketika ditanya apakah ada yang belum paham, tidak ada yang menjawab, tetapi ketika ditanya apakah semua sudah paham, juga tidak ada yang menjawab. Ternyata sebagai gurupun kami tak jauh berbeda.
Tetapi pada saat Sang professor memberi penjelasan, saya tersenyum kecut, sebab menurut beliau, untuk kalimat pertama, menunjukkan golongan guru-guru yang acuh tak acuh dan tidak ingin melakukan apapun untuk kemajuan pembelajaran. Golongan kedua, adalah orang-orang yang sudah yakin semuanya akan baik-baik saja, sehingga diapun sudah puas dengan pembelajaran yang telah dilakukan, sehingga juga tidak tergerak untuk melakukan apapun, sedangkan golongan guru ketigalah yang harus menjadi pilihan kami para guru, sebab seorang guru yang merasakan suatu ketidakpastianlah yang akan selalu tergerak untuk melakukan perbaikan dalam pembelajaran dan perubahan pengetahuan untuk mengejar ketertinggalannya. Saya merasa di persimpangan jalan saat itu. Ketika Sang Profesor bertanya, bagaimana, sekarang masih ada yang memilih kalimat pertama dan kedua? Saya hanya termangu. Ketika beliau bertanya apakah semua sudah berubah memilih kalimat yang ketiga? Saya tetap terdiam, meskipun hati saya memprotes. Sebab meskipun saya memilih kalimat yang kedua, saya tetap selalu berusaha memperbaiki pembelajaran yang saya lakukan, bahkan saya berusaha untuk belajar dengan mengikuti seminar ini, sayapun tidak segan-segan untuk mempelajari perkembangan yang terjadi dalam dunia pendidikan, tetapi mengapa saya masih digolongkan pada guru-guru yang tidak ingin melakukan perubahan. Tetapi anehnya, saya tetap manggut-manggut ketika beliau menginginkan semua guru untuk berubah sesuai perkembangan jaman. Sayapun sempat melupakan ketidakenakan di hati saya ketika beliau melanjutkan presentasinya yang menarik, bahkan untuk presentasi selanjutnya bagaimana seharusnya seorang guru mengambil tindakan dalam menghadapi siswanya, saya tetap manggut-manggut dan tertawa, meskipun saya tidak setuju ketika beliau mengilustrasikan untuk menyambut ramah dan sama sekali tidak memberikan sanksi kepada siswa-siswa yang terlambat, maupun siswa-siswa yang tidak mengerjakan PR. Saya menganggap presentasi beliau sebagai lelucon dan intermezzo. Walhasil saya tidak terlalu memikirkan apa yang beliau sampaikan dalam presentasinya. Tetapi saya mencatat presentasi beliau sungguh menarik, bisa mencairkan kejenuhan karena molornya acara yang sampai satu setengah jam, bahkan saya merasa terlibat langsung secara emosional , dan sungguh presentasi yang menyenangkan. Sepanjang perjalanan pulang, ternyata kegelisahan itu muncul, saya merasa beliau terlalu mengada-ada dengan apa yang telah beliau sampaikan. Bagaimana mungkin guru hanya tersenyum dan bersabar dengan kesalahan-kesalahan siswa, sementara siswa tidak punya tanggung jawab untuk itu.?
Saat ini, saya baca makalah beliau yang telah dibukukan, dan ternyata, di sinilah saya temukan kekaguman itu. Kembali terbayang di pelupuk mata, bagaimana beliau mengemas materi yang seserius ini menjadi sesuatu yang ringan dan segar. Saya menjadi malu, sebab ternyata sewajarnyalah saya digolongkan guru-guru yang tidak mau berubah, sebab saya cenderung mencari kebenaran untuk diri saya sendiri. Saya terlalu angkuh untuk mengakui kekurangan, padahal kalau saya tidak mau mengakui kekurangan, bagaimana saya mengaku ingin melakukan perubahan? Kembali saya tersenyum malu.
Beliau juga sangat bijaksana, untuk mengatakan seorang guru harus sabar, beliau mengilustrasikannya dengan sesuatu yang kontroversial, sebab apa yang selama ini sering dilakukan seorang guru dengan memarahi siswa, kadang dengan emosi tak terkendali, tidak akan menyelesaikan masalah, bahkan akan menimbulkan masalah.
Saat ini saya betul-betul merasa beruntung mengikuti seminar ini, dan sungguh, saya betul-betul mendapatkan banyak pembelajaran yang berharga dari beliau. Ternyata selama ini saya dibutakan oleh ego saya untuk terlihat selalu benar, sehingga justru tidak bisa menangkap esensi dari pembelajaran yang beliau berikan. Sungguh saya bersyukur, karena saya merasa mendapatkan ilmu yang tak ternilai, bahwa semua akan menjadi inspiratif. Interaktif, memotivasi, menyenangkan dan menantang justru dengan sesuatu yang controversial , tapi dikemas secara santai. Terima kasih, prof !

Minggu, 22 Maret 2009

Lagi-lagi pornografi

KERELATIFAN , PORNOGRAFI DAN PORNOAKSI



Pada waktu saya masih kecil, ayah saya pernah bercerita, Ada 4 orang buta yang belum pernah sekalipun melihat gajah, mereka sepakat untuk mendatangi gajah dan mencari tahu, seperti apa gajah itu. Akhirnya ada orang yang menunjukkan, tempat si gajah berada. Maka mereka dengan gembira meraba-raba. Orang buta pertama, meraba bagian kaki, dan dia berpikir, Ooo gajah itu seperti bumbung, besar, kulitnya tebal dan kenyal. Orang buta ke-2, meraba bagian telinga, dan berpikir, Ooooo gajah itu seperti kipas, tipis, lebar, dan selalu bergerak-gerak. Orang buta ke-3 meraba belalai gajah, dan berpikir, Oooo gajah itu seperti ulat raksasa, dan orang buta ke-4 yang memegang perut berpikir, Oooo gajah itu seperti bedug, tapi besar dan lunak. Kemudian, mereka saling bercerita, tetapi mereka akhirnya bertengkar, karena masing-masing orang mempertahankan pendapatnya sendiri, yang satu berkata gajah seperti kipas, yang lain seperti bumbung, yang lain lagi seperti ulat raksasa, dan satunya seperti bedug. Untunglah datang orang bijaksana yang normal penglihatannya. Ia mengatakan semua benar, tetapi itu hanya bagian-bagian tertentu , dan secara keseluruhan, dijelaskannya, bahwa gajah mempunyai telinga seperti kipas, berbelalai seperti ulat raksasa, berperut besar seperti bedug, dan berkaki seperti bumbung, bahkan mempunyai gading juga. Keempat orang buta itu manggut-manggut dan berterima kasih pada si orang bijak. Sekarang saya baru sadar, bahwa cerita itu mengandung filsafat yang dalam, bahwa bila kita berdebat tentang sesuatu, sebaiknya kita memperhatikan dan menghargai pendapat orang lain, sebab bisa jadi pendapat orang lain juga benar, meski pendapat kita juga tidak salah karena kita melihat sisi yang berbeda dengan sisi yang dilihat oleh orang lain. Seperti halnya pornografi dan pornoaksi, tentu saja sangat dipengaruhi berbagai hal, apakah dalam waktu yang tepat, situasi yang tepat dan kondisi yang cocok.
Pro dan kontra selalu ada, tetapi tanpa batasan yang jelas, polemic itu hanya akan menjadi pepesan kosong, sesuatu yang sia-sia. Mubazir. Seperti halnya Undang-undang tentang Pornografi dan pornoaksi.
Berhubung Negara kita adalah Negara demokratis,
semua orang bebas mengeluarkan pendapat, ada yang pro, ada yang menentang, bahkan ada yang sengaja melecehkan. Sebenarnya hal itu tak perlu terjadi andai saja ada batasan yang jelas, dan terjadi kesamaan pandangan. Andaikan batasan porno ditetapkan sebagai menampakkan aurat, maka batasan aurat itu sendiri juga harus jelas. Sebab mungkin untuk seorang muslim, dan penganut agama lain jelas berbeda, padahal Indonesia terdiri dari beragam agama dan budaya. Apabila pornoaksi ditetapkan mengundang syahwat, maka juga harus diberi batasan juga, sebab syahwat perempuan dan laki-laki jelas berbeda, bahkan mungkin setiap orang berbeda-beda, ada yang gampang kena setrum, ada yang tidak. Dan yang tak kalah kontroversialnya,adalah seni dan pornografi. Saya mungkin tak tahu apa-apa tentang seni, tapi yang saya tahu, di Pulai Bali banyak ditemukan patung-patung wanita telanjang, dan saya kaget ketika mengamati kentongan di Bali ternyata berbentuk seorang laki-laki, sedang pemukul kentongan itu digambarkan(mohon maaf) alat kelamin laki-laki, yang tepat diselipkan di lubang yang posisinya tepat pada posisi itu. Astaghfirullah! Tapi itu sudah dianggap hal biasa, dan saya pernah diberitahu oleh teman saya yang berjiwa seni, bahwa mereka menganggap seni itu porno, bila mereka mengekspresikan seni dengan menggambarkan visualisasi pasangan yang sedang melakukan aktivitas seksual, tetapi sejauh itu hanya visualisasi tunggal, mereka anggap itu masih bisa diterima, bagaimanapun juga kondisinya. Saya hanya mengangguk-angguk, meski sebenarnya agak kurang paham. Tetapi penjelasan itu menjadi gamblang bagi saya, ketika Inul Daratista dan Uut Permatasari yang sedang bergoyang semau-maunya itu dianggap sebagai pornoaksi.
Mula-mula saya melihat tak ada yang perlu diributkan dengan goyangan mereka, bahkan kelihatan energik dan penuh vitalitas, tetapi ketika ada seorang penonton atau penari latar laki-laki yang mendampingi Inul ataupun Uut dan menirukan gerakan mereka, sambil bergoyang-goyang seolah sedang bermain bersama Inul ataupun Uut, saya menjadi mahfum, itulah pornoaksi. Lain lagi Annisa Bahar, meskipun dia pemain tunggal, tapi saya anggap itulah pornoaksi, sebab bagi saya, Slow motion nya yang patah-patah itulah yang mengundang syahwat.
Begitu juga pornografi, Bila tulisan itu mengandung visualisasi tentang aurat yang seharusnya tertutup, apalagi menggambarkan visualisasi tentang aktivitas seksual itulah pornografi. Lain daripada itu, batasan pornoaksi dan pornografi dalam Islam, tentulah lebih ketat, tapi bagaimanapun, semua itu amatlah relative, tergantung siapa yang memandang, dalam waktu apa, kondisi bagaimana, dan sebagainya, sangat banyak factor yang berpengaruh. Seyogyanya kita saling menghargai pandangan masing-masing, sejauh tidak menimbulkan keresahan bagi pihak lain.

Sex Education untuk anak

SEX EDUCATION UNTUK ANAK




Saya pernah membaca artikel tentang perlunya pendidikan seks untuk anak sedini mungkin. Saya langsung terbelalak
. Tapi setelah saya baca, tentu saja tidak seperti yang saya bayangkan. Terkadang asosiasi kita tentang seks selalu mengacu pada hubungan suami istri, padahal pengertian seks sangatlah luas. Seks itu sendiri kadang diartikan sebagai jenis kelamin. Kita tentu ingat dalam suatu isian kadang tertulis sex, dan optionalnya male or female. Begitu juga pendidikan seks pada anak kita bukanlah menceriterakan tentang hal ikhwal hubungan suami istri, tetapi lebih ditujukan pada kesadaran akan jenis kelaminnya masing-masing, dan perbedaannya. Dan yang terpenting, untuk menjelaskan hal ikhwal seks pada anak, tidaklah diceriterakan secara gamblang, tapi harus kita sesuaikan dengan perkembangan pikiran anak kita. Dulu, waktu anak saya masih balita, tertegun ketika sedang bermain bersama teman-temannya, tiba-tiba salah seorang teman wanitanya menurunkan celananya dan buang air sembarangan. Saya terlambat mengalihkan perhatian anak saya, sehingga sudah sempat melihat, pemandangan ganjil di depannya, karena anak saya laki-laki semua. Si sulung bertanya (mohon maaf) “ Desi kok enggak punya titit ya , Bunda?’ Saya bengong, untunglah cepat terlintas jawaban. “Iya, Desi kan perempuan, kalau Mas Dhila dan Adek kan laki-laki, jawab saya singkat. Oooo anak saya puas pada jawaban saya. Saya bersyukur, anak saya tidak bertanya lebih lanjut, tapi itu sudah cukup menjadi pelajaran bagi saya, untuk berhati-hati mengawasi anak. Kembali pada Pendidikan seks untuk anak ini, harus kita tanamkan sejak dini, tidak hanya pada anak perempuan, sebab anak laki-lakipun rawan terkena pelecehan seksual, bahkan sempat tren dengan adanya kasus babe Baequni, yang melakukan sodomi(pelampiasan seks lewat dubur) dan kasus-kasus Paedophyle(pedofil, kecenderungan seks terhadap anak-anak) . Kita memang patut prihatin dengan hal ini, anak-anak harus kita bekali dengan pengetahuan agar menjaga barang privacynya, dan tidak membiarkan orang lain menyentuhnya. Dengan begitu anak-anak juga akan protektif dan tidak mudah mengalami pelecehan seksual. Tentu saja yang terpenting, sebagai orang tua kita harus selalu berdoa untuk keselamatan dan masa depan anak-anak kita.

Rabu, 18 Maret 2009

break!!!

GAPTEK, EUREKA DAN DULL

Saat itu saya kebagian mendampingi Ibu yang mau berangkat haji di Pendopo Kabupaten. Karena tergesa-gesa HP saya tertinggal di rumah, mengingat sangat pentingnya komunikasi Kami yang ada di pendopo dan di luar pendopo, saya dipinjami HP adik saya. Tetapi ketika adik saya menelepon, ternyata sangat bising, sehingga saya hanya berteriak apa..apa..dan apa..tanpa bisa mendengar dengan jelas, akhirnya saya putuskan untuk mengirim SMS saja. Tetapi saya baru sadar, kalau HP adik saya lebih canggih dengan banyak tombol-tombol yang ruwet, apalagi saya yang biasa mensetting HP saya dalam bahasa Indonesia, agak puyeng juga dengan settingan HP adik saya yang berbahasa Inggris. Ketika kutulis kata aku, malah tertulis akkhhrgg….ketika kutulis kata dan Ibu, malah tertulis dand ibhhrrr…saya cari kata delete, tapi tidak ketemu, maka saya coba memencet salah satu tombol, eh..malah pesan terkirim, dan diterima. Blaik…! Tanpa sadar saya ngakak sendiri membayangkan adik saya bingung membaca SMS saya.

Dan saya tiba-tiba sadar kalau banyak orang menengok ke arah saya karena saya terpingkal-pingkal sendiri, cepat-cepat HP saya tempelkan ke telinga, dan saya pura-pura manggut-manggut sambil memegangi perut saya yang tergoncang karena saya susah menghentikan tawa.
Oa lahh…ya begini ini kalau gaptek.

Lain waktu, saya ikut di FaceBook, sebuah situs pertemanan. Seperti lazimnya, anggotanya memasukkan foto diri, supaya lebih mudah dikenali. Saya pikirr, Meng-upload foto semudah mengcopy dan paste. Maka setelah minta tolong suami untuk men-scan foto, saya pergi ke warnet, tapi selalu saja….error. Unrecognized data, try again.Saya minta tolong adik saya meng-upload, adanya foto saya pas baru bangun tidur waktu menjemput Ibu saya pulang haji jam satu malam, gelap dan amburadul, super jelek, tapi saya seneng, paling tidak saya dikira sudah bias upload foto, padahal ada dewa penolong, he..heKarena masih penasaran, saya coba upload sendiri. saya coba, masih tetap error dan error. selalu begitu. Sampai-sampai computer warnet pada nge-hang. Tapi saya tak putus asa, mau Tanya sama Mas-e yang jaga warnet, agak tengsin. Lain waktu saya coba lagi eh…dah gak error lagi, tapi bunyinya galat. Wah..biar masih salah saya agak senang, sudah ada kemajuan. Dengan bangga saya telepon adik saya, “Sekarang sudah galat, tidak error lagi, kata saya bersemangat. Tapi apa kata adik saya? “Galat itu bahasa Melayunya Error. Ha..ha…ha..saya mentertawakan kebodohan saya. Karena sebal, saya buka-i computer warnet. Di programnya ada camera and scanner wizard. Penasaran saya buka foldernya. Tiba-tiba monitornya bruwet, terus, ada bayangan saya sedang mengerutkan kening, mengedip-ngedipkan hidung, cengar-cengir, melet-melet, bengong, melang meleng, wah..jangan-jangan ini camera. Canggih juga. Saya klik gambar camera. Langsung ada foto saya di kotak, merem, melek, melet, nyengir, menunduk, mendongak, mringis, Waduh..foto saya banyak banget. Terus saya ikuti saja perintah yang ada, akhirnya saya berhasil meng-upload foto saya….Eureka..saya senang sekali, dan tentu saja saya telepon adik saya...Adik saya mengucapkan selamat Ha..ha “Iya berhasil, fotonya malah agak kurusan, sebab seminggu penuh penasaran nguthek-uthek warnet sampai lupa ngemil. Dan ternyata, file saya yang dulu, tidak bisa diupload karena disetting dalam word, dan ukurannya dalam megabite, 1000xnya file yang seharusnya, pantesan saja galat terus. Saya menyadari, betapa bodohnya saya, tetapi ketika saya memfoto buku-buku dan label keripik buah, netter di sebelah saya berbisik-bisik pada temannya, Eh..Mbak-e itu kayaknya memfoto,lho. Mungkin bisa ya foto di sini, sambil memfoto-foto yang lain,…caranya bagaimana ya..? Saya pura-pura tak mendengar dan berlagak sok mahir dan sok tahu, padahal, seandainya saja mereka tahu, bagaimana prosesnya saya menemukan cara ini, pastilah mereka yang akan tertawa terbahak-bahak.

Seorang teman mengundang saya ikutan game best friend competition di FB. Saya terima dan saya ikuti, tetapi baru saja saya klik accept challenge, sudah tertulis “ Your competitor say you are too “DULL” to accep the challenge.Top scorer 127. Blaik…belum-belum sudah di disemprot kata-kata gak enak. Saya jadi bete, tapi kembali saya ngakak sendiri. Lha yo bener, lha wong temenku aja cm sekitar 50 orang kok mau melawan orang yang sudah dinominasikan oleh 127 orang, Rak yo betul-betul “DULL”. Ha..ha…Eureka selanjutnya “Jangan pernah ikutan game yang gak paham Law and regulation-nya. Oa lhahhh…Mbakyu..mbakyu…Dhedhel kok ra uwis-uwis.......

Senin, 16 Maret 2009

Susah(mudah)nya mendidik anak


SUSAH (MUDAH)NYA

MENDIDIK ANAK



Pada waktu anak saya masuk TK, gurunya sering komplain,”Mas Dhila itu cengeng, sering menangis…”. Saya berusaha menerima dengan hati lapang keluh kesah sang guru sambil berusaha menyelidiki, apa yang sebenarnya terjadi. Dengan hati-hati saya tanyakan kepada anak sulung saya, kenapa sering menangis di kelas.

Langsung saja anak saya bercerita, Bukuku sering dicoret lho, Bunda. Bekal minumku juga diminum, terus potlotku juga dilempar sampai patah,..Bowo memang nakal..! (anak sayamenyebut salah satu nama temannya.) Sudah disuruh minta maaf, besoknya menganggu lagi, akhirnya malah aku yang dipersalahkan sama Bu guru, katanya enggak boleh cengeng. Ehmmm saya baru memaklumi. Saya memang selalu mendidik anak saya untuk rukun dan mengalah pada adiknya, dan si adikpun saya suruh rukun dan menghormati kakaknya. Di rumah semua itu berjalan baik, sebab saya pasti bisa memberi penyelesaian yang adil bagi keduanya bila mereka bertengkar. Tapi di sekolah tentu kondisinya lain, seorang guru yang sedang sibuk mendidik dan mengajar anak didiknya, pasti tidak bisa sabar bila anak didiknya ada yang bertengkar atau membuat keributan, sehingga berusaha mencari cara bagaimana agar suasana tenang, itu saja, meskipun terkadang sesuatu yang paling penting justru terabaikan, yaitu kondisi psikologis anak. Akhirnya saya yang menjadi orang tua menjadi jengkel. “Besok lagi, kalau ada anak yang nakal, ditegur, kalau masih nakal pukul saja,..tapi kamu enggak usah menangis. Kamu kan laki-laki, kamu harus kuat. Aku menasehati si sulung dengan emosi yang sangat manusiawi, namanya juga orang tua. Tapi lain waktu, gurunya komplain lagi, “Bu, Mas Dhila sekarang nakal, sukanya berkelahi dan memukuli temannya. “O, ya? Saya terbelalak, meski dalam hati saya puas, sekarang anak saya sudah bisa mengatasi teman-temannya yang nakal, tetapi ternyata cara saya juga salah, sebab sekarang kedua anak laki-laki saya jadi sering bertengkar dan saling memukul, dengan alasan , adik yang memulailah..adik mengganggu lah, Mas yang pelit, dsb. Aduh..saya betul-betul bingung, bagaimana caranya mendidik anak dengan baik. Jelas kita menjadi puyeng dengan kasus seperti ini, tapi sekaligus memberi pelajaran pada saya, bahwa mendidik anak tidak semudah yang saya bayangkan, sebab mereka mempunyai kondisi tertentu yang tentu saja sangat berlainan dengan orang dewasa. Memang, terkadang kita tidak bisa menduga, bahwa semua yang kita ajarkan secara baik pada anak-anak kita, akan berimplikasi baik pula jika mereka sudah berinteraksi dengan lingkungannya, sebab semua individu mempunyai sifat unik sendiri-sendiri. Bayangkan, bila anda mendidik anak untuk saling mengasihi dan berbagi, tetapi ketika anak anda bermain dengan teman-temannya, bertemu dengan teman yang suka mengganggu temannya, suka menyerobot barang milik temannya, tetapi ketika dia mempunyai mainan atau kepunyaan, dia sangat pelit, pastilah anak anda akan protes dan jengkel, sebab dia melihat sesuatu yang lain dengan apa yang diajarkannya selama ini. Padahal di satu sisi kita juga berpikir, bahwa interaksi dengan orang lain atau bersosialisasi itu penting. Apakah anda akan melarang anak anda bermain dengan temannya, atau membiarkan anak-anak menyelesaikan sendiri “urusan mereka” sekalipun sampai terjadi pertengkaran. Tentu saja tidak bukan? Itu semua akan menjadi PR bagi kita semua orang tua, silakan anda terapkan pembelajaran yang sesuai dengan kondisi lingkungan masing-masing. Tetapi, kiranya akan berguna kalau saya memberikan fase-fase perkembangan menurut Santrok dan Yussen untuk memudahkan anda memahami perkembangan yang terjadi pada buah hati anda. Fase perkembangan Anak-anak kita dibagi atas 5 fase, yaitu :

<!--[if !supportLists]-->1. <!--[endif]-->FASE PRANATAL( saat dalam kandungan) adalah waktu yang terletak antara masa pembuahan dan masa kelahiran. Pada saat ini terjadi pertumbuhan yang luar biasa dari satu sel menjadi satu organisma yang lengkap., dengan otak dan kemampuan berperilaku, dihasilkan dalam waktu lebih kurang 9 bulan.

<!--[if !supportLists]-->2. <!--[endif]-->FASE BAYI adalah saat perkembangan yang berlangsung sejak lahir sampai 18 atau 24 bulan. Masa ini adalah masa yang sangat bergantung pada orang tua. Banyak kegiatan-kegiatan psikologis yang baru dimulai, misalnya : bahasa, koordinasi sensori motor dan sosialisasi.

<!--[if !supportLists]-->3. <!--[endif]-->FASE KANAK-KANAK AWAL adalah masa yang berlangsung sejak akhir masa bayi sampai 5 atau 6 tahun., kadang-kadang disebut masa pra sekolah (play group atau TK). Selama masa ini, mereka mulai belajar melakukan sendiri banyak hal dan berkembang ketrampilan-ketrampilan yang berkaitan dengan kesiapan untuk bersekolah dan memanfaatkan waktu selama beberapa jam untuk bermain sendiri ataupun dengan temannya. Memasuki kelas 1 SD menandai berakhirnya fase ini.

<!--[if !supportLists]-->4. <!--[endif]-->FASE KANAK-KANAK TENGAH DAN AKHIR adalah fase perkembangan yang berlangsung sejak kira-kira umur 6 sampai 11 tahun, sama dengan usia anak sekolah dasar. Anak-anak menguasai ketrampilan – ketrampilan dasar membaca, menulis dan berhitung. Secara formal, mereka mulai memasuki dunia yang lebih luas dengan budayanya. Pencapaian prestasi menjadi arah perhatian pada dunia anak., dan pengendalian diri sendiri bertambah pula.

<!--[if !supportLists]-->5. <!--[endif]-->FASE REMAJA adalah fase perkembangan yang merupakan masa transisi dari masa anak-anak ke dewasa awal. Yang dimulai kira-kira umur 10 sampai 12 tahun dan berakhir kira-kira umur 18 sampai 22 tahun. Remaja mengalami perubahan-perubahan fisik yang sangat cepat, perubahan perbandingan ukuran bagian-bagian badan , berkembangnya karakteristik seksual, seperti membesarnya payudara, tumbuhnya rambut pada bagian tertentu, dan perubahan suara. Pada fase ini dilakukan upaya-upaya untuk mandiri dan pencarian identitas diri. Pemikirannya lebih logis, abstrak, dan idealis. Semakin banyak waktu yang dimanfaatkan di luar keluarga.

Kamis, 05 Maret 2009

Untuk seluruh ibu di dunia

BUNDAKU

From my son for all mother in the world



Sreeng..srengg,

Kari ayam, balado, cah kangkung, udang tepung,..

Lumpia,martabak, tahu isi, brownies, semua lezat,

Bundaku pandai memasak

Hmmm bajuku harum,bajuku rapi,

Bunda mencuci dan menyeterika untukku.

Rumahku bersih, indah dan nyaman,

Bundaku rajin menata dan membersihkannya.

Alif, ba, ta, tsa,jim

Bunda mengajariku mengaji,

Sholatlah tepat waktu, Nak!

Bunda mengajakku beribadah

Tjoet Nya’Dien dari Aceh, Pattimura dari Maluku,

Bunda mengajariku sejarah Pahlawan.

Surabaya Ibukota Propinsi Jawa Timur,

Bunda mengajariku IPS.

What are you doing, Son?

Bunda mengajariku Bahasa Inggris.

Tulislah apa yang kamu lihat dan kamu rasakan,

Bunda mengajariku mengarang.

Dua adalah bilangan prima,

Bunda mengajariku matematika.

Benda padat menjadi gas itu menyublim,

Bunda mengajariku sains.

Cium tangan ayah dan bunda sebelum pergi

Bunda mengajariku tata karma

Hormatilah orang yang lebih tua,

Bunda mengajariku sopan-santun.

Bunda belikan aku sepatu dan buku. Ini Nak, Bunda belikan…..

Bunda, belikan aku PS keluaran terbaru,

Sabar ya, Nak. Menabunglah dari uang sakumu.

Bunda mengajariku bijak mengatur uang.

Bunda, terima kasih atas semua yang kaulakukan untukku.

Berterimakasihlah pada Ayah, dan bersyukurlah pada Allah,

Bunda mengingatkanku, untuk berterimakasih pada Ayah,

Dan bersyukur pada Allah yang maha pemurah.




Puisi yang dibuat oleh anak saya di atas adalah suatu bentuk penghargaan seorang anak pada ibunya. Terlihat sederhana, tapi sarat makna, betapa seorang ibu rumah tangga ternyata mempunyai jasa yang sangat besar. Mungkin membaca puisi di atas, kita baru sadar, bahwa seorang ibu rumah tangga mempunyai pekerjaan yang tidak bisa diremehkan. Apalagi sesungguhnya, apa yang ditulis anak saya itu hanyalah jasa seorang ibu dari sudut pandang seorang anak kecil, di samping “hal” lain yang tentunya masih banyak yang belum terlukiskan dalam puisi anak saya seperti bagaimana bersosialisasi dan menghadapi masyarakat di lingkungan yang asing, bagaimana menghadapi suami yang stress terhadap pekerjaan, bagaimana repotnya membagi waktu untuk pekerjaan rumah tangga, bahkan dalam sebuah lagu yang dinyanyikan Sophie Navita dan Pongky dalam lagu Tidak mudah jadi perempuan ada lirik “ Bekerja 25 jam, apotekpun kalah,….! Tapi terkadang, seorang Ibu Rumah Tangga dianggap sesuatu yang sangat wajar dan tidak bisa dibanggakan. Kalau ada seorang wanita yang berhasil menjadi presiden, pilot, menteri, wanita karir yang sukses, pastilah akan dianggap sebagai “Kartini-Kartini” masa kini. Tetapi seorang wanita yang sekalipun terpelajar, tapi menjadi seorang ibu rumah tangga, harus bersabar mendengar cemoohan,” Sekolah tinggi-tinggi akhirnya masuk dapur juga.” Padahal, di era yang serba mungkin dan tekhnologi melaju begitu pesat, sangat dibutuhkan Ibu Rumah Tangga yang “professional”, yang tahu dan paham bagaimana mengarahkan anak-anaknya pada jalur yang seharusnya ditempuh, yang paham psikologi anak, yang tak pernah berhenti belajar, sehingga tidak terjadi “Kebo nusu Gudel”, yang akan berakibat pada berkurangnya rasa hormat seorang anak terhadap orang tua(khususnya ibu) , karena merasa lebih pandai dari orang tuanya(khususnya ibu). Seyogyanya seoarang Ibu Rumah Tangga harus mendapat penghargaan yang lebih dari masyarakat, sebab peran seorang ibu dalam suatu rumah tangga sangat menentukan keberhasilan sebuah keluarga. Mungkin suatu saat, kita perlu menyebut Kartini masa kini, pada seorang wanita yang rela mendarmabaktikan dirinya pada keluarga, tidak melulu pada wanita dan seorang ibu yang berhasil dalam karier, meskipun idealnya, seorang wanita bisa mandiri dalam segi ekonomi, tetapi berhasil juga membina keluarga, Itulah wanita sempurna dan perkasa, tapi sungguh…itu sangat-sangat sulit, kecuali kalau mau berbagi anak dan suami dengan pembantu atau orang lain!!!!