Senin, 31 Agustus 2009

Break sejenak..






KDRT



DAN



KUMIS HARIMAU







Sejujurnya aku kurang suka mendengarkan gossip-gosip selebritis yang sebenarnya sudah diberikan fatwa haram oleh MUI. Tapi tanpa sengaja aku sering menangkap berita-berita itu. Perceraian artis, KDRT, pertengkaran dalam rumah tangga, yang berujung pelaporan dan dilaporkan ke polisi, dan jadi tersangka. Dua orang yang tadinya saling menyayangi menjadi musuh. Duh...dunia sudah jungkir balik. Mungkin itu tidak terlalu memusingkan pikiranku, tapi kali ini yang datang padaku adalah seorang teman, yang entah sudah berapa puluh kali berkeluh kesah padaku. Tentang suami yang inginnya begini, sementara dia inginnya begitu, terus bertengkar, perang mulut, perang dingin, sampai terjadi KDRT (Kekerasan dalam Rumah Tangga). Sebenarnya aku tak ingin ikut campur, sudah berulangkali kunasehatkan, masalah dalam rumah tangga hanya bisa diselesaikan oleh mereka sendiri. Tapi mungkin dia hanya ingin didengarkan. Okelah..kalau begitu. Tapi sudah saatnya dia sadar, jadi ketika dia datang padaku, kukatakan padanya. " "Obatnya ada kalau kamu mau". Apa?? Tanyanya antusias.



"Kumis harimau," Jawabku tegas. Dia menatapku tak mengerti, mungkin berpikir, tega-teganya aku mengajak bercanda di saat dia butuh dukungan moral dariku. Tapi aku sama sekali tak tertawa, sebab aku memang tidak ingin bergurau. Kuambilkan buku dongeng anakku. Dia mulai jengkel. "Kamu ingin aku membacakan dongeng untuk suamiku, saat dia marah?" tanyanya dongkol. Kali ini aku nyengir. Baca saja dongeng itu, jawabku. Dengan setengah hati dia membacanya. Aku sudah hafal isinya.



Konon pada jaman dahulu kala, ada seorang istri yang sering disiksa oleh suaminya yang kejam. Sang istri sangat bersedih karenanya. Tapi dia selalu ingat pesan orang tuanya, untuk selalu berbakti pada suami, dan tidak boleh sekalipun minta cerai. Bahkan sampai kedua orang tuanya meninggal dunia, sang istri selalu mematuhi perintah kedua orang tuanya. Sampai kali ini sang istri sudah benar-benar tak kuat menahan derita, karena itu, datanglah ia pada seorang tua yang bijaksana . Dengan bercucuran air mata sang istri mengadukan nasibnya. Orang tua yang bijaksana itu berkata, "Carilah 3 lembar kumis harimau yang bersarang di dalam goa yang letaknya di pinggir sebuah belantara, bawalah padaku, nanti kubuatkan obatnya untukmu. Sang istri sangat bingung, apa yang harus dilakukan?Goa itu sangat angker, karena penuh dengan binatang buas yang berbahaya, sementara belantara yang bersebelahan, pastilah juga dihuni oleh ular-ular berbisa yang sangat ditakutinya. Tapi, karena kemauannya sangat kuat untuk menaklukkan hati suaminya, dilaksanakan juga syarat dari Orang tua yang bijaksana tersebut. Mula-mula, dia masih ngeri. Seonggok daging yang dibawanya, diletakkan agak jauh dari mulut goa, ditungguinya sampai Harimau yang diinginkannya keluar, tapi ternyata Si Harimau belum mau muncul, kemudian Sang istri lebih masuk ke dalam Goa, begitu seterusnya, sambil berlindung di belakang pintu goa, diintipnya harimau yang mulai mengendus bau daging, dan memakannya. Begitulah seterusnya sampai Sang Raja hutan itu menjadi jinak dan bersahabat dengan sang istri, hingga suatu saat, ketika Sang Istri mencabut 3 lembar kumisnya, Sang harimau membiarkannya. Harimau yang buas itu telah menjadi sahabat yang baik bagi Sang istri.



Dengan hati senang dan berdebar-debar, Sang istri menghadap pada Orang tua yang bijaksana. Diserahkannya 3 lembar kumis harimau yang telah berhasil didapatnya dengan perjuangan keras.



Orang tua yang bijaksana itu tersenyum . "Sekarang, pikirkanlah olehmu, harimau yang begitu buas dan ganas dan tidak berakal saja bisa Kau taklukkan, apalagi suamimu yang mempunyai akal dan hati nurani, pastilah akan luluh dan bersikap baik padamu, bila Kamu bersikap baik, sabar, telaten dan berusaha keras. Mengapa tidak kau lakukan hal itu pada suamimu?"



Sang istri tertegun, sadar akan kekeliruannya, dalam hati Ia mengakui, kadang-kadang Ia membantah dan ikut jengkel bila suaminya marah, kadang-kadang ia tak ikhlas dengan apa yang diperintahkan suaminya....! Sang Istri tersenyum memikirkan kebodohannya sendiri. Diucapkannya terima kasih pada Orang tua yang bijaksana itu, dan pulanglah Ia dengan hati lapang, dan berdoa pada Tuhannya, agar apa yang dilakukannya bisa berhasil, sebab apapun yang dilakukan, tanpa ridhlo Tuhan, pastilah tak akan berhasil.



Temanku terdiam selesai membaca dongeng itu, kupikir dia akan mengikuti apa yang diikuti Sang Istri dalam dongeng itu, tapi apa katanya???



"Memangnya Aku orang bodoh, yang harus patuh dan tunduk pada semua perintah suami? Memangnya aku harus diam kalau dimaki-maki? Memangnya Aku orang tak berdaya yang harus mengalah dan rela disiksa???Tak Usyahh...ya...!!!!!



Aku termangu, Apakah hal seperti ini yang membuat KDRT kian marak??Entahlah, mungkin kumis harimau itu sudah terlalu kuno dan basi..........







Berbagi video sambil chatting dengan teman di Messenger.
Sekarang bisa dengan Yahoo! Messenger baru.

Jumat, 28 Agustus 2009

Renungan Ramadhan





BERADA DI KELAS BERAPA

PUASA KITA????

Alhamdulillah, Allah masih berkenan memberi
kenikmatan kepada kita semua
untuk kembali menemui bulan Ramadhan.
Marilah kita semua berusaha
sebaik-baiknya
untuk berpuasa hanya karena
mencari ridhlo Allah SWT. Mari
kita nilai diri kita
secara jujur, sudah
maksimalkah usaha kita untuk
mendekatkan pada Allah SWT,
Rabb seru sekalian alam.

Saya mencoba berbagi ilmu yang saya dapat dari kitab Ihya' Ulumuddin Imam Ghazali, tentang:


RAHASIA PUASA DAN SYARAT-SYARAT BATINNYA.

Ketahuilah, bahwa puasa memiliki tiga tingkat, yaitu: Puasanya orang awam, puasanya orang khusus, dan puasa khususnya orang khusus.

Puasanya orang awam adalah menahan makan dan minum dan menjaga kemaluan dari dorongan syahwat.

Sedangkan Puasanya orang khusus adalah (selain menahan makan dan minum serta syahwat juga) menahan pendengaran, pandangan, ucapan, gerakan tangan dan kaki, dari segala macam bentuk dosa.

Dan puasa khususnya orang khusus adalah puasanya hati dari kepentingan jangka pendek dan pikiran – pikiran duniawi serta menahan segala hal yang dapat memalingkan dirinya pada selain Allah SWT.

Sedangkan untuk hal yang dapat merusak hakekat (pahala) puasa Rasulullah SAW bersabda : "Ada lima hal yang membatalkan (pahala puasa) orang yang berpuasa: berbohong, namimah (mengadu domba), ghibah (mengumpat atau menfitnah), sumpah palsu, dan memandang dengan syahwat (HR. Al-Azdi dalam adh-Dhu'afa yang diriwayatkan oleh Jaban dari Anas. Disebutkan pula oleh al-Hindi, Kanz al-'Ummal (23813); az-Zaila'i, Nashb ar-Rayah (2/483);Ibnu al-Jauzi, al-Maudhu'at (2/196).

Oleh karenanya, memelihara diri dari perbuatan maksiat menjadi ciri puasanya orang-orang khusus.

Tanda-tanda Puasanya Orang yang khusus ada enam:

Pertama, menundukkan pandangan dan mencegah keinginan untuk memperluas penglihatan pada segala hal yang tercela dan dibenci serta yang dapat melalaikannya dari mengingat Allah SWT. Rasulullah SAW bersabda, "Pandangan adalah salah satu panah iblis (HR.al-Hakim, al Mustadrak(4/349) dan ia men-shahih-kan sanadnya dari hadits Hudzaifah, Ath-Thabrani, al -Kabir (10/173); dan Ibnu Katsir dalam tafsirnya (3/283).

Kedua, Menjaga lidah dari berbohong, ghibah, berkata keji, kasar dan segala hal yang dapat menjauhkannya dari mengingat Allah SWT.

Rasulullah SAW bersabda: "Puasa adalah benteng, jika seseorang dari kalian sedang berpuasa, maka janganlah berkata keji, dan bersikap bodoh. Jika ada seseorang yang mengajaknya berselisih atau mencacinya, maka katakanlah ,"Sesungguhnya saya sedang berpuasa.(HR. Al-Bukhari)

Ketiga, mencegah pendengaran dari mendengarkan segala hal yang dibenci.
Allah SWT berfirman : "Mereka itu adalah orang-orang yang suka mendengar berita bohong, banyak memakan yang haram," (QS. Al-Maidah [5]: 42).

Keempat, mencegah anggota tubuh lainnya dari berbuat dosa, khususnya kedua tangan dan kaki. Juga mencegah perut dari memakan hal-hal yang subhat.

Rasulullah SAW bersabda: Betapa banyak orang yang berpuasa, tapi dia tidak mendapatkan pahala dari puasa tersebut kecuali hanya rasa lapar dan haus (HR. An-Nasai dalam kitabnya as-Sunan(3249); Ibnu Majah dalam kitabnya as-Sunan (1690).

Kelima, Tidak memperbanyak makanan yang halal saat berbuka , karena maksud dari puasa itu sendiri adalah meredam hawa nafsu untuk menjadikan diri sebagai jiwa-jiwa yang bertakwa.

Keenam, setelah berbuka, hatinya berada di antara perasaan penuh harap dan takut kepada Allah SWT.
Subhanallah,
semoga hati kita terbuka untuk selalu berusaha memperbaiki kualitas puasa kita.
Amin!!!!!






Terhubung langsung dengan banyak teman di blog dan situs pribadi Anda?
Buat Pingbox terbaru Anda sekarang!

Kamis, 13 Agustus 2009

Oh...Pintu!!!


OH..PINTU!!!!!





Dueerrrrrrrrr!!!!! Pintu depanku tertutup seketika karena dihempas angin yang bertiup keras. Jendela di sampingnya bergetar hebat seolah merontokkan kaca-kaca yang terpasang pada kisi-kisi jendela. Kalaulah bukan terbuat dari jati, mungkin kusennya sudah ambrol atau retak. Kuelus dadaku merasakan jantung yang empot-empotan karena kaget. Entah mengapa orang bule menyebut pintu itu door bukan deer!!padahal bunyinya jedar-jeder.


Pintu kubiarkan terbuka. Aku baru saja selesai mengepel lantai teras dan ruang tamu. Aku bergegas ke belakang. Masih ada cucian segunung yang butuh campur tanganku.



”Alhamdulillah..! Selesai sudah pekerjaanku hari ini. Kuberjalan ke depan untuk mengecek tanamanku. Ya Allah..!!Apa ini? Kotoran ayam?? Setelah capek membersihkan kini kotor dalam sekejap!...dan itu apa?? Seekor bayi kambing sedang asyik melahap tanamanku.....! Haruskah aku marah pada binatang??Sabar..sabar...!


Halamanku penuh dengan rumput. Aku berniat membersihkannya. Tapi sampai sebelah mana? Memang ada pathok batas yang terpasang di empat sudut tanahku, tetapi garis batasnya tak ada. Bahkan di halaman belakang rumahku, semua bercampur jadi satu. Tanaman tetangga nangkring di kebunku. Seneng sih, bisa ikutan memanen (:d). Tapi aku tak nyaman dengan keadaan ini.


”Bu, itu pisang kepunyaanku. Almarhum bapakku yang dulu menanamnya,” Bu Uswatun tetangga belakang rumahku mengklaim pisang yang tumbuh di kebunku, di tanahku.


”Ooo, silakan ditebang,Bu. Hampir saja saya panen,” Jawabku kecut. Padahal aku sudah senang dengan tanah yang belum lama kubeli, dan telah kudirikan rumah di atasnya.


”Biar sajalah,Bu. Wong belum mateng,kok. Lagian saya belum butuh!” Bu Us menjawabku dengan santai. Aku agak keqi. Lha nanti kalau ada yang menanam durian, nangka, rambutan, mangga di kebunku, apakah aku juga harus bersabar membiarkannya?? Aku sungguh-sungguh tak mengerti.


”Kok tidak pernah di rumah to,Bu? Dinasnya di mana?? Seorang tetangga bertanya padaku ketika bertemu Aku pada pengajian ibu-ibu.


”Ah..saya di rumah terus,kok. Momong anak..!” jawabku setengah heran, darimana dia tahu aku tidak pernah di rumah?


”Lha pintunya tertutup terus, saya kira rumahnya kosong!” Ada kilat sinis di matanya ketika mengeluarkan kalimat itu.


Duh..Gusti, Ya Allah ya Rabbi..! Pintu lagi yang menjadi masalah. Tidak melihatkah dia kalau meski pintu tertutup, jendelaku terbuka semua?? Kalau memang ingin bertamu, mengapa tidak memberi salam atau mengetuk pintu???Kalau aku ada di rumah, dan tahuada tamu, pastilah akan kubukakan.Aku sungguh tak mengerti.


Kami membangun pagar sekeliling tanahku. Di depan kami memasang pintu gerbang.


” Iya, bagus Bu. Jadi aman, biar harta bendanya tidak ada yang menyentuh.


” Biar tak ada orang minta sumbangan,”


”Wah, senang, sekarang tak perlu khawatir ada pemulung masuk,”


”Dasar orang pelit, takut kalau ada yang menyentuh tanahnya


”Sok kaya saja, Pakai dipagar-pagar semua, di sini kan aman. Wong tinggal di desa kok kaya di kota saja.”


”Takut kali kalau ada tetangga yang ngutang,jadi rumahnya ditutup rapat,”


Itu hanya beberapa saja ucapan orang yang sempat membuat telingaku memerah. Tapi aku tak peduli. Aku sungguh tak mengerti, mengapa orang masih saja ribut dengan orang lain.

Aku berniat mengecek tukang untuk mempersiapkan hidangan ketika kulihat seorang babinsa mengajak salah seorang tukangku ngobrol. Duh…rupanya aneh juga membangun pagar kaya benteng dan memasang pintu gerbang. Sampai-sampai dicurigai...! Mungkin aku dikira menyembunyikan korban kaya ”Ryan si jagal”, atau bahkan dicurigai menyembunyikan teroris karena bukan orang asli sini. Lagi-lagi karena pintu.


Di televisi kulihat seorang ibu sedang berapi-api mengeluarkan pendapatnya diwawancarai oleh sebuah TV swasta mengenai seseorang yang diduga teroris.


”Iya, Si A itu memang lain dari orang-orang di sekitar sini, pintunya selalu tertutup. Kalau orang asli sini pasti pintunya terbuka.Kami selalu terbuka pada kedatangan orang lain.”


Duh Gusti, lagi-lagi pintu. Tidakkah orang berpikir kalau rumah itu aurat pemiliknya, sehingga perlu pintu yang bisa membatasi pandangan?, Tidakkah orang tahu, kalau bertamu itu perlu minta ijin, atau mengetuk pintu, tidak slonong boy asal pintu terbuka?? Tidakkah orang tahu, kalau pintu itu batas privacy orang untuk mengijinkan orang lain masuk ke dalamnya? Tidakkah orang tahu, kalau orang tidak boleh masuk pintu rumah orang lain tanpa ijin pemiliknya? Tidakkah orang tahu, kalau pintu juga bisa menyembunyikan aib dalam keluarga? Tidakkah orang tahu, tanpa pintu sebuah rumah belum layak disebut rumah? Mungkin.. tidak ada orang yang berpikir sejauh itu.

Kamis, 06 Agustus 2009

Merenungi kemerdekaan



MERENUNGI MAKNA KEMERDEKAAN


Jangan hanya menuntut kemerdekaan,
tapi pikirkanlah.........................
apakah kita tidak pernah merampas kemerdekaan orang lain.



Bulan agustus adalah bulan yang bersejarah bagi kita, rakyat Indonesia. Biasanya semua yang berbau heroic muncul di bulan ini. Dari berkumandangnya lagu-lagu nasional, bertebarannya umbul-umbul full colour, sampai berkibarnya sang merah putih di depan setiap rumah. Menimbulkan suasana yang heboh dan semarak.. Bagi anak-anak, bulan Agustus identik dengan pawai keliling kota, lomba makan kerupuk, panjat pinang, mengambil uang dalam jelaga, menusuk balon, balap karung dll. Biasanya bulan Agustus disambut dengan sukacita, meskipun pada malam tujuh belas Agustus, tasyakuran dan tirakat jg digelar, untuk mengenang kembali betapa susahnya kemerdekaan itu diraih.
Enam puluh empat tahun Indonesia merdeka, waktu yang sudah cukup lama. Kalau seorang PNS pastilah sudah menjalani masa pensiun. Selama itu sudah begitu banyak kemajuan sekaligus kehancuran yang sudah kita nikmati dan rasakan. Tak Jarang banyak orang yang mengatakan, kemerdekaan hanyalah simbol, sebab pada kenyataannya masih banyak hak-hak manusia yang dirampas, diabaikan, dan dikebiri. Tapi menurut siapa? Tentu saja menurut orang dan pembela orang yang merasa dirinya masih tertindas. Pedagang kaki lima merasa belum merdeka, karena selalu terancam dan dikejar-kejar satpol PP. Para jurnalis merasa belum merdeka karena banyaknya Undang-undang yang membatasi kebebasan pers. Para pekerja seni merasa masih tertindas karena karyanya selalu dibatasi oleh norma. Para buruh merasa tertindas, karena hak-haknya dikekang para pengusaha. Tetapi, tidakkah kita pernah merenung, kemerdekaan yang semakin luas, akan membawa akibat pula pada meluasnya resiko yang kita tanggung? Bagaimana kalau kita bebas dengan menganut hukum rimba? Bukankah itu artinya semua bebas dan merdeka, tak perlu ada aturan dan norma?
Seandainya pedagang kaki lima tidak berdagang di tempat yang dilarang, apakah masih akan tetap dikejar-kejar satpol PP? Seandainya para jurnalis telah bertanggung jawab dengan apa yang ditulisnya, dan tidak mengganggu kemerdekaan pihak lain, apakah masih akan dituntut dengan undang-undang pers? Seandainya buruh telah bekerja dengan baik dan bekerja sama dengan pengusaha, apakah masih ada penindasan? Apakah itu artinya kemerdekaan adalah suatu bentuk egoisme belaka? Sebenarnya sederhana sekali. Kemerdekaan akan benar-benar diraih kalau kita tak pernah menodai kemerdekaan orang lain dan selalu berpegang pada Aturan yang ditetapkan Tuhan. Orang yang menuntut kemerdekaan sebenarnya justru orang yang sedang mencoba merampas kemerdekaan orang lain. Mari kita renungkan......!

In memoriam Si Mbok


SI MBOK



Wanita tua itu begitu energik, tak banyak omong, tapi selalu saja ada yang dikerjakannya. Aku senang memandanginya diam-diam dari balik nako jendela.
”Bu, singkong...! Sudah kukupas sekalian, tinggal mengolah, mau direbus apa digoreng, terserah. ” Tiba-tiba wanita itu sudah berada di dapur rumahku, sambil meletakkan 2 buah singkong yang telah dikupas di meja dapur.
”Iya, Mbok. Terima kasih! Aku ikut berteriak sambil bergegas ke dapur, tapi Si Mbok sudah lenyap entah ke mana. Aku kembali ke tempatku tadi berdiri, di balik nako jendela. Kulihat Si mbok sudah bersusah payah mengangkat tangga dan disandarkan di tembok rumah. Sebakul ketela yang telah dicuci dan dikupas dipanggulnya sambil naik ke atas genting. Rupanya Si mbok mau membuat gaplek. Aku hanya menggeleng-gelengkan kepala. Tomboy juga nih Si Mbok. Ditatanya ketela-ketela itu di atas genting. Dan diambilnya lagi bakul yang lain. Si Mbok memang sedang panen singkong. Hasilnya bagus. Si Mbok selalu memilih bibit tanaman pilihan, selalu yang terbagus. Si Mbok adalah orang yang perfeksionis dalam hal pilihan.
”Mbangkong ya,Bu? ” Si Mbok menyapaku sambil tertawa, ketika pagi itu kami berpapasan di sumur. Aku tersenyum malu, tanpa membalas pertanyaannya.
”Manten anyar..manten anyar...! Kata Si mbok geli. Aku semakin malu. Mbangkong? Artinya apa ya..?? Kalau di tempatku Bangkong itu artinya katak. Jadi Si Mbok mengira aku seperti katak? Manten anyar? Ah..Si Mbok ada-ada saja. Aku nyengir malu. (Tapi setelah tahu artinya aku malah terbahak-bahak bersama suami, ternyata mbangkong itu artinya bangun kesiangan. Ah..ternyata Aku yang berpikiran yang tidak-tidak!). Aku memang masih baru di sini. Baru beberapa hari ini kami ( Aku dan suamiku)mengontrak di sini. Tepat seminggu setelah kami menikah. Bahkan Si Mboklah yang memasak nasi dan membantu kami mengatur semuanya ketika kami boyongan pindah ke sini. Si Mboklah yang menyambut tamu, mengundang tetangga kiri kanan, dan menyambut rombongan kami. Ah..Si Mbok layaknya menjadi orang tua kami di sini. Sebenarnya kami tidak layak disebut mengontrak, sebab Si Mbok tidak mematok harga kontrakan. Hanya beberapa ribu saja, mungkin tidak sebanding dengan harga kontrakan dan kebaikan yang ditawarkan Si Mbok. Idhep-idhep menjaga rumah dan menemani Si Mbok. Itu saja kata Si Mbok sederhana. Di samping rumah Si Mbok juga ada anak laki-laki dan keluarganya. Mereka juga keluarga sederhana yang baik. Sebagaimana masyarakat di kampung sini, mereka adalah orang-orang yang taat beribadah. Membuat Aku merasa nyaman tinggal di sini, meski sepi dan jauh dari kota, tak menjadi masalah bagiku.
”Bu, Garut dan Uwi rebus, nih!” Si Mbok berteriak dari dapur seperti biasanya. Tahu-tahu Si Mbok sudah jauh berjalan menuju ke sawahnya. ”Terima kasih, Mbok...!” Suaraku mungkin sudah tak terdengar oleh Si Mbok, sebab Dia sudah jauh dari pandanganku, langkahnyanya cepat dan mantap, tanpa suara. Di tangannya tergenggam sebilah sabit. Ah..Si Mbok betul-betul pekerja keras. Di meja dapurku tergeletak sepiring hasil kebun Si Mbok. Singkong, Uwi, Garut, gembili.....Aku tersenyum, teringat pada Bapak yang suka pada Umbi-umbian seperti ini. Kucicipi satu persatu sambil tersenyum teringat kampung halamanku yang juga penuh dengan tanaman seperti ini. Si Mbok mungkin mengira aku tak tahu dengan umbi-umbian seperti ini, padahal bapak sering menyuruhku merebusnya. Ehm...Enak. Makanan yang susah dan langka didapatkan orang-orang kota.
Kukembalikan piring Si Mbok dengan sedikit masakan yang baru saja kubuat. Meski ditinggal, pintu dapur Si Mbok tak pernah dikunci. Tembok dapur kami memang menjadi satu. Pintu rumahku dan pintu rumah Si Mbok bersebelahan, tapi terpisah oleh sumur dan kamar mandi. Kamar mandi yang unik, dibuat seperti penampungan air, dengan air mancur yang mengalir seperti kran untuk wudhu. Dulu pertama kali di sini, badanku basah kuyup, sebab pancuran itu tiba-tiba menyembur dan alirannya sangat besar langsung menyembur ke bajuku. Pengalaman yang tak akan pernah kulupakan. Kalau mandi seperti mandi di pancuran. Lucu dan unik.
Amben dapur Si Mbok tertata rapi. Ada sambal dalam cobek yang sedikit mengering. Kutinggal saja piring Si mbok dan kututupi dengan kukusan. Di tungku masih ada sedikit bara, tapi tak berbahaya. Lantai yang terbuat dari tanah liat juga terlihat sudah disapu bersih. Sedikit basah oleh siraman air agar debunya tak bertebaran ke mana-mana. Kututup lagi pintu dapur Si Mbok, dan Aku kembali masuk pintu dapurku sendiri.
”Bu...! Si mbok sudah nongol di pintu dapurku dengan tampah berisi banyak piring. Nasi, Sayur tempe lombok ijo, kari ayam. Kering tempe...! Ehm...Si mbok masak besar rupanya. Pantesan dari tadi bau lezatnya masakan tercium dari dapurku. Ternyata diam-diam Si Mbok masak besar. Dan Aku pasti kebagian. Ah Si Mbok..dengan apa Aku mesti membalas kebaikanmu.
”Bu, besok Mbok mau korban kambing...!” Si Mbok membantuku memindahkan masakan Si Mbok ke piringku sendiri.
”Di sini yang korban banyak to, Mbok? Satu lagi yang kukagumi, ternyata di sini orang suka berqurban. ”Tidak, tapi nanti ada dua ekor yang korban arisan, maksudnya patungan beramai-ramai, terus nanti atas namanya bergantian. Kalau Mbok-e korban 2 ekor, Buat Mbok-e sama almarhum suami Mbok-e,” Si Mbok menjelaskan padaku. Ooo..ternyata tidak semua orang yang suka berqurban. Tapi diam-diam aku kagum dan malu pada Si Mbok, beliau yang hidupnya begitu sederhana justru qurban 2 ekor kambing, sementara aku (yan g harusnya juga harus mampu berqurban), dan orang-orang di sekitar sini yang hartanya berlimpah justru menjadi penerima daging qurban. Ah..Si Mbok, Dia memang wanita luar biasa. Aku yang baru mulai mengenyam kehidupan berkeluarga dan bermasyarakat banyak belajar padanya.
”Bu...! Teriakan Si Mbok masih lantang seperti dulu. Kulihat Si Mbok dibonceng sepeda motor oleh tetangga sebelah rumahku waktu mengontrak di rumah Si Mbok. ”Mbok..!” Aku membalas teriakan Si Mbok, tapi Dia sudah jauh dalam boncengan sepeda motor. Ah..aku selalu ketinggalan dibanding Si mbok yang cekatan. Beberapa waktu yang lalu, kudengar Si Mbok sakit, tapi hari ini sudah kulihat sendiri Si Mbok berteriak menyapaku. Aku lega,...sebab belum sempat menengoknya. Ah..kenapa aku terlalu sibuk dengan kehidupanku sendiri sehingga lupa mengunjungi Si Mbok.
Sehabis Isya’ Aku bercengkerama dengan anak dan suamiku. Tak terasa sudah 13 tahun waktu berlalu. Aku sudah mempunyai 2 orang anak laki-laki yang mulai ABG, dan aku sudah mempunyai rumah sendiri yang jaraknya hanya beberapa ratus meter dari rumah Si Mbok. Meski dekat kami jarang bertemu, hanya saat lebaran aku selalu sowan ke tempat Si Mbok. Dan saat teraweh di mushola yang sama kami selalu bertemu. Si Mbok tak pernah absen shalat teraweh dan berjamaah di mushola. Terkadang anak-anak bandel yang membuat keributan di mushola dimarahi Si Mbok. Si mbok memang sangat peduli pada sopan-santun anak-anak. Terkadang ada yang jengkel, tapi aku tetap salut pada Si Mbok yang sangat peduli. Aku sudah kangen dengan saat-saat Romadhon yang menyenangkan. Tinggal satu bulan lagi. Tiba-tiba Kami dikejutkan oleh suara Loudspeaker dari Masjid.” Innalillahi wa Innailaihi Rojiun. Telah berpulang kre Rahmatulloh...!” Suara bising mengganggu pendengaran kami. Ah, nantilah tanya tetangga sebelah, atau besok pagi saja ta’ziahnya, pikirku. Tapi kemudian , suara loudspeaker dari mushola kami juga berkumandang. Dan...Ya Allah Ya Rabbi...! Bukankah itu nama Si mbok yang disebut?? Jantungku serasa berhenti berdetak. Benarkah?? Innalillahi wa Innailahi Rojiun. Aku bergegas ke rumah Si Mbok...! Di sana sudah banyak orang berkerumun. Rupanya Si mbok beberapa minggu ini sakit lagi lebih parah. Ah...maafkan Aku Mbok, mengapa aku terlalu acuh, sehingga sampai tak tahu kalau penyakitmu sudah parah. Maafkankan Aku, Mbok. Semoga engkau tenang di alam sana. Si Mbok yang rajin, mandiri, keras, dan tidak neko-neko. Penguburan Si Mbok begitu lancar, Si Mbok ternyata sudah mempersiapkan segalanya. Dalam waktu 3 jam setelah Si Mbok meninggal, Si Mbok berhasil dimakamkan. Selamat tinggal, Mbok. Semoga lancarnya pemakamanmu menandakan lancarnya jalanmu menuju surga yang indah. Ya Allah...Ampuni dan kasihanilah Si Mbok. Sejahterakanlah dia, maafkanlah kesalahannya, muliakanlah tempat kembalinya, lapangkanlah kuburnya, sucikanlah di dengan air yang bersih, gantilah rumahnya dengan rumah yang baik, keluarga yang baik, suami yang lebih baik, dan masukkanlah dia ke dalam surga. Lindungilah ia dari siksa kubur dan fitnahnya, dari api neraka, .......!