Sabtu, 28 April 2018

Harimau Hutan Baluran





Elf berplat kuning itu terseok-seok menembus jalan di tengah belukar dan pepohon yang tumbuh bebas nyaris tanpa campur tangan manusia.Melihat komposisinya, jalan ini pernah beraspal, tapi sekarang sudah nyaris tak berbentuk. Kubangan di sana sini,menyisakan air hujan yang masih tergenang, mungkin kemarin sore, entah tadi malam hujan, membuat keadaan jalan memprihatinkan, kalau tidak boleh dikatakan mengerikan. Apalagi tadi sebelum memasuki kawasan hutan lindung dan suaka margasatwa ini, pak sopir sempat resah, berkali-kali mengamati roda mobilnya, tepat di bawah tempat dudukku. Sejenak kucoba mengamati panorama di sepanjang jalan untuk mengusir rasa tak nyaman yang diam-diam menyelimuti perasaanku. 'Wow....!' Aku berdecak kagum, seekor unggas berbulu biru terang dengan kulit leher dan kepala gundul berwarna merah terang tertangkap mataku. Saat elf melintas, unggas liar itu terbang, membuatku yang semula mengira itu jenis ayam, melihat bentuknya mirip ayam kalkun, cuma warna bulu dan tubuhnya jauh lebih indah. Ketika burung itu terbang, aku jadi berpikir, mungkin itu sejenis burung. Sayangnya aku tidak bisa berlama-lama mengamati burung itu yang sudah terbang ke dalam rimbunnya pohon dan belukar. Elf yang kunaikipun tetap melaju pelan, terseok-seok di jalan becek tak rata, sesekali berhenti jika berpapasan dengan mobil lain. Tak kulihat lagi satwa aneh atau langka, hanya semak dan pepohon yang daunnya basah tersiram hujan, membawa aura lembab yang dingin dan acuh. 'Braak!'...suara pintu mobil dibuka dan ditutup kembali mengagetkanku dari lamunan. Pak sopir meloncat turun dan mengamati ban, tepat di bawah tempat dudukku, dan tanpa berkata apa-apa dia mengganti kemejanya dengan kaos lengan panjang dan mengeluarkan alat-alat montirnya. 'Oh God, what's wrong? Penumpang elf turun satu persatu. Aku masih terpaku, turun di tengah hutan seperti ini bukanlah keputusan yang mudah, apalagi dalam kondisi lembab dan basah seperti ini, pastilah binatang melata yang membuatku phobi sedang menikmati kenyamanan 'mlungker' di kerimbunan vegetasi, kalau tiba-tiba meluncur dari pohon dan mendapatkanku, bisa pingsan aku. Hiii..... Tapi semua penumpang turun, dengan sedikit ragu aku mengikuti. Di luar ibu-ibu sudah asyik berswafoto, maupun beramai-ramai foto dengan pose-pose unik dan lucu. Kebetulan ada buk jembatan kecil yang bisa kami pergunakan untuk tempat duduk. Anak-anak mengambil camilan dan minuman, ibu-ibu asyik ngobrol dan berfoto, bapak-bapak membantu pak sopir mengganti ban. Sempat kulirik sebentar ban pengganti yang tak beda jauh dengan ban yang gembos. Meski tak yakin, aku pura-pura acuh sambil asyik mengetuk-ngetuk ponselku. Membayangkan perjalanan melintasi medan lumayan berat dengan penumpang penuh seharusnya membutuhkan suku cadang prima. Tapi.....ah,sudahlah. Lebih baik mendoakan semua baik-baik saja daripada memikirkan hal-hal yang membuatku tak nyaman. Aku asyik menekuni ponselku, sampai tak sadar penggantian ban sudah selesai. Aku mendongakkan wajah, dan siap memasukkan ponselku ke dalam tas, tetapi.....Ya Allah ya rabbi. Apa yang kulihat, semak-semak di depanku, dalam jarak 50meter, bergerak-gerak. Sementara hutan yang tadinya ramai dengan suara burung dan mungkin teriakan siamang mendadak sepi, sunyi,hening. Aku tercekat, sepasang mata bersinar tajam seperti siap menembus dan merobek-robek jantungku. Pelan-pelan kumis dan moncongnya semakin jelas, berjalan gontai, tapi tatapannya tajam menghunjam, pelan dan pasti mendekatiku. Tubuhku kaku membatu, keringat dingin mengucur, nyawaku nyaris mental ke alam barzakh. Otakku mampet, mataku melotot, tak beda dengan orang yang sedang mengalami sakaratul maut. Bulu kudukku meremang tak karuan, apalagi, dari kanan kiri kucing besar itu, kembali nampak loreng-loreng yang biasanya hanya kulihat di taman safari atau di kebun binatang. Ya, tiga. Tiga ekor kucing besar yang kelaparan tepat di depanku. Berjalan pelan tapi pasti, dengan bola mata berkilat-kilat dan taring-taring tajam diikuti lidah menjulur yang terus terus meneteskan air liur. Membayangkan tubuhku yang empuk dan jusi, pastilah menjadi hidangan yang maknyusss bagi carnivora-carnivora yang kelaparan itu. Otakku sudah buntu, tapi kesadaran dan keimanan menuntunku untuk beristighfar dan pasrah, berharap saat ini sukmaku lebih dulu melayang sebelum predator-predator itu mengkoyak-koyak dagingku yang empuk. Jarak mereka semakin dekat, tubuhku menggigil sendiri tanpa mampu kukendalikan, pelan-pelan kupejamkan mata dan mengambil nafas sebanyak-banyaknya, menikmati kebebasan terakhir untuk bernafas. Ggghhhrrrrrr.....ketiga pemangsa itu melompat berbareng ke arahku dengan taring dan cakar yang tajam bak belati, siap menancap di kelembutan dagingku.. 'Deeeeek....!'cepat sudah ditunggu teman-teman, kok masih main HP aja. Suamiku meneriakiku dengan garang, karena semua anggota rombongan sudah duduk manis di elf yang sudah selesai diganti bannya. Cepat-cepat kutamatkan cerpenku, dan kusimpan di draft. Kapan-kapan kuunggah kalau aku mau.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar