Subuh baru saja berlalu, titik-titik embun masih setia merangkul dedaunan. Kulangkahkan kakiku menikmati dinginnya angin pagi. Kuhirup oksigen penuh kenikmatan, pelan2 sang mentari menyembul di balik bukit nun jauh di sana. Bukit biru menghijau yang membentang sepanjang purworejo-yogyakarta, selalu membuatku terkesima. Entah sudah keberapa kalinya aku mengunjungi kampung halamanku, kota bukit menoreh, kota kelahiranku, kota yang lebih dari separuh umurku setia mewarnai hari-hariku.
Hangatnya mentari memperjelas wajah menoreh, kuhentikan langkahku, kuhempaskan pantatku di atas aspal pinggir jalan, dengan kaki menjuntai di atas sawah yang menghijau. Menatap bukit menoreh selalu membuatku ingat akan kamu, salah satu kenangan indah yang tersimpan rapi dalam kalbu. Bukan kenangan menoreh dan kamu. Bukan! Sama sekali bukan! Kamu sama sekali tidak ada hubungannya dengan bukit menoreh, karena bagiku kamu adalah halimun, yang nyaris tak mungkin menyelimuti bukit menoreh. Bukit terlalu rendah untuk mengundang halimun datang menyelimutinya, tapi bagiku kamu adalah halimun di bukit menoreh, tak ada yang melihatnya, tapi aku bisa merasakannya, menyelusup diam-diam ke dalam relung hatiku. Aku bisa merasakannya, dingin mendebarkan, memberikan rasa asing yang indah, membuatku melayang, sejenak melupakan kehidupan.
Bukit menoreh tidak ada hubungannya dengan kamu. Justru itu yang membuatku nyaman mengingatmu. Mengingatmu adalah malu. Yah....malu. Rasa itu yang mencengkeramku, menuntunku untuk selalu menghindarimu. Bahkan menyebut namamupun tabu. Aku malu! Aku tak ingin ada orang yang tahu kalau aku menyukaimu, apalagi kamu!
Mengingatmu membuatku ingat masa kecilku yang lucu. Gemuk,bulat,putih, galak. Ahayyy....kanak-kanak dengan keakuan yang besar. Ingin selalu menang, tak peduli aku perempuan. Di sekolah, jabatan yang paling kusukai adalah menjadi ketua kelas, jika aku menjadi wakil, tetaplah ketua kelas harus patuh padaku. Kalau upacara, aku memilih jadi pemimpin upacara, di pramuka, aku jadi ketua barung dan di tingkat lebih tinggi jadi ketua regu. Tapi bukan! Kamu bukan kenangan masa kanak-kanakku. Tapi justru itu yang membuatku nyaman menuliskan masa kanak-kanakku, karena tidak akan ada yang tahu tentang kamu. Tidak ada yang tahu kalau diam-diam aku menyukaimu. Iya...kamu!
Kamu adalah kenangan masa remajaku, abegeh, kata kid jaman now. Masa di mana jiwa kelelakian mendominasi keperempuanku. Aku tak mengerti kenapa dulu aku menganggap 'jatuh cinta' adalah aib. Sehingga perlu disembunyikan rapat-rapat. Meski sebenarnya aku tak paham apa itu jatuh cinta. Mungkin bagiku, cinta adalah suka. Suka karena kehebatannya, kegantengannya, atau suka karena prestasinya. Yang lebih parah lagi, saat itu dicintai oleh anak yang tidak kucintai kuanggap sebuah penghinaan, sehingga pernah ada seorang anak laki-laki yang mengirim surat untukku. Surat cinta katanya, langsung saja suratnya kurobek tanpa kubaca, dan anaknya kutantang duel. Aku geli sendiri kalau ingat itu, kenapa masa remajaku begitu aneh,rumit dan lucu.
Ini tentang kamu, iya...kamu! Kamu bukan idolaku. Kamu bukan orang pertama yang kusukai. Dan kamu juga bukan orang yang kusukai sejak pertama kali bertemu. Menyukaimu adalah proses panjang yang pelan dan tak pasti. Menghembus diam tak berwujud seperti halimun di bukit menoreh. Aku begitu takut mengingatmu, mengingat satu persatu kenangan yang diam-diam terajut. Aku takut dan malu, takut dan malu kamu tahu, kalau yang diam-diam kusukai adalah kamu. Iya kamu!!!!
Terkadang aku tahu, diam-diam kamu juga menyukaiku. Setiap kali kita berpandangan dan sama-sama tersipu malu. Tapi hanya sebatas itu, karena aku malu kalau ada orang lain yang tahu. Kamupun begitu (perasaanku). Masa-masa indah itu adalah rasa bahagia yang aneh. Membuatku ingin lama-lama bersamamu. Rasa wajar yang berubah menjadi 'sesuatu'. Rasa wajar yang pelan dan tak pasti mewarnai hari-hari kebersamaan kita.
Ah....tidak.tidak.tidak! Aku tak ingin mengurai kenangan itu satu persatu. Aku tak ingin kamu tahu, kutak ingin ada orang lain yang tahu. Aku malu....
Huppp....! Seekor katak melompat ke atas kakiku. Membuatku terperanjat, untung aku tak kehilangan keseimbangan dan tersungkur ke sawah. Tentunya itu akan membuatku punya satu kenangan lagi untuk mengingatmu, dan tanpa takut kamu akan tahu. Aku tersenyum. Mengingatmu selalu lucu. Tatapanmu yang takut-takut dan malu semakin tergambar jelas di depanku. Ah....aku tersenyum lebar, menyadari kenaifanku.
Bukit menoreh mulai berubah biru disiram cahaya jingga. Panas surya mulai membelai kulitku. Aku beranjak dari duduk. Anak-anak dan suamiku pasti sudah ribut minta dibuatkan sarapan. Bukit menoreh tersenyum menatapku, tidak ada halimun di sana. Dan tidak akan pernah ada halimun, ketika kamu bisa melihat dan merasakan ada halimun di sana, maka aku akan bilang, di bukit menoreh tidak pernah ada halimun, karena kutak ingin kamu tahu ada halimun di bukit menoreh, dan yang terpenting, aku tidak ingin kita sama-sama tahu, ada halimun di bukit menoreh, karena itu akan membuatku malu. Sangat malu.......
Tidak ada komentar:
Posting Komentar