Minggu, 18 Maret 2018

Menemukanmu




     Matahari menampak semu, mataku berkerjap sayu. Mungkin aku baru terbangun, di sebuah lereng yang serasa tak asing, tapi alam begitu sunyi. Hanya tampak lautan mega, birunya langit, dan semburat jingga. Aku terpesona, berdiri mematung di atas tanah yang tinggi, entah puncak bukit, atau sebatas lereng aku tak tahu, sebagaimana ketidaktahuanku aku berada, sendiri, sunyi, dielus dinginnya angin pagi.
Sejenak aku diterpa ngeri, tapi aku merasa tak asing, di manakah aku? Pelan pelan kulangkahkan kaki, menuruni lereng yang cukup terjal, sesekali ujung kakiku mencengkeram agar tak meluncur jatuh, semak berduri menggores kulot jins longgarku, terkadang nyeri menembus kulit, ujung kulot yang tak dijait tercantol belukar, membuat bentuknya semakin serabutan, aku tak peduli. Pandanganku menyapu jauh, terlihat kepulan asap dan atap atap rumah yang berjauhan, kuterka sebuah perkampungan.
     Semak belukar berganti pepohonan. Kampung sunyi, seorang perempuan tua membakar sampah dan ranting kering, kulihat ada ubi yg tersembul, tp perempuan itu acuh diam membisu, tak mengacuhkanku. Bergeming di depan bara, mengais-ngais entah apa, membuatku urung menyapanya, aku terus berjalan, membisu.
Segerombolan anak ksecil bermain berteriak, tapi mereka tak peduli padaku, aku terus melangkah, membisu, tak tahu mau ke mana. Tiba-tiba di depanku terbentang jalan beraspal, mulus, tapi sunyi, tak jua kendaraan lewat, tiba-tiba ada pikep berhenti di depanku. "Mau kemana?" aku terpana, mulutku terbungkam, kutak tahu mau ke mana, tapi kuingin pulang.
"Naik!" kernet yg duduk di samping mobil tua bak terbuka itu memerintahku. Bagai kerbau di cocok hidung aku sigap melompat ke atas mobil, di belakang, kuselonjor dan bersandar. Pik up melaju kencang dengan mesin meraung dan terseok dalam tanjakan, dab terkadang menurun tajam, berdecit di kelokan membuatku ngeri. 
"Turun,sudah sampai, kami mau mengangkut barang. Kernet itu kembali memerintahku. Aku turun dan kembali berjalan tanpa arah. Tiba- tiba sebuah mulut gua menganga di depanku,  aku terpaku, ternyata aku sudah berada di sebuah tempat yang tinggi, samping kanan kiriku semak belukar, belakangku jurang, depanku mulut goa. Tanpa pilihan aku pelan-pelan menapaki goa, stalagtit dan stalagmit sempat kulihat, di dalam gelap, tapi remang-remang di dalam goa ada banyak obor tertancap. Sunyi senyap, tapi sesekali terdengar suara gema yang membuat bulu kuduk meremang. Aku tak peduli, terus melangkah dalam dunia yang asing dan mistis. Ada sungai kecil mengalir di kegelapan, aku berjalan menyusuri lorong-lorongnya. Terus melangkah, aku tak peduli, kelepak kelelawar, binatang melata yang beringsut diam-diam, entahlah. Aku berjalan bagai robot tanpa perasaan, tidak punya rasa takut, tiba- tiba ada sinar memancar masuk ke dalam goa, ingin kubasahi kerongkonganku dari air yang mengalir di sungai kecil di bawah goa, tapi entah kenapa kuurungkan niatku, dan aku terus melangkah.
     Gubuk kecil itu ada di tepi pantai, di depannya ada seekor naga raksasa menjulurkan lidahnya, dengan taring dan cula di kepalanya, melingkar di sepanjang batu di  tepi pantai. Tapi naga itu diam, bertapa tanpa suara, diam tak bergerak. 
   "Hai, sudah sampai kau rupanya", perempuan itu menyambutku, tersenyum lebar dengan gigi-giginya yang merah kehitaman karena menyusur, dengan tembakau di tangannya, seorang anak kecil yang lucu menubruk dan memelukku, aku terpesona. Ayah ibunya hanya tersenyum, tapi  aku tak kenal, siapa mereka. Aku hanya tersenyum, dab tersenyum, tak peduli di depanku seekor naga menjulurkan lidah dan memamerkan taringnya, dengan cula di kepalanya, di belakangku goa kelelawar penuh drakula penghisap darah, kuambil kamera hpku dari tas punggung yang entah sejak kapan menempel di pundakku. Rumah di tepi pantai itumembuatku bahagia tanpa alasan, entah kenapa, aku sibyk memotret, memotret mereka, memotret rumah itu, memotret goa kelelawar, memotret diriku sendiri, dan memotret kamu.

" Dek, bangun!!! Kok senyum-senyum sendiri, ayo tahajud, suamiku membangunkanku. 
"Mimpi buruk", jawabku sambil tersenyum. Tak kupedulikan suamiku yang heran tak mengerti, dan semoga tidak semakin bingung dan heran, di kameraku ada foto naga bercula, sedang menjulurkan lidahnya, giginya bertaring, dan sedang melingkari batu di tepi pantai......


Tidak ada komentar:

Posting Komentar