Selasa, 11 Januari 2011

Menunggu tindakan nyata para wakil rakyat

PERLINDUNGAN TKI ALA Mr. Pecut



Oleh : Isti Yogiswandani



Ketika sekilas membaca Koran Jawa Pos yang saya beli tadi pagi, Selasa, 23 November 2010, saya menangkap tulisan bercetak tebal di bawah Rubrik Mr. Pecut : TKI Bakal Dibekali Handphone. Saya hanya tersenyum. Suatu solusi yang sangat sederhana untuk melindungi TKI dari kekejaman dan kejahatan para majikannya yang di luar batas kemanusiaan. Tapi tentu saja solusi ini tak bisa dianggap remeh, sebab dipandang secara luas dan bijaksana, Handphone di sini adalah suatu alat komunikasi yang bisa digunakan kapan saja dan di mana saja untuk saling berkomunikasi dengan orang-orang terdekat atau para sahabat, dan dalam keadaan bahaya bisa digunakan untuk meminta perlindungan, misalnya akses komunikasi ke kedubes Indonesia tempat para TKI dipekerjakan. Tapi pada kenyataannya, hampir semua TKI sudah mempunyai handphone atau alat komunikasinya, hanya akses ke kedutaan Indonesia, dan orang-orang yang bisa melindungi dan menentramkan hati para TKI itulah yang belum ada. Tentunya akan sangat menggembirakan bila pernyataan TKI bakal dibekali Handphone itu adalah suatu usaha pemerintah bagi para TKI agar bisa mengakses atau berkomunikasi dengan orang-orang atau badan-badan yang bisa melancarkan pekerjaaannya dan memberikan perlindungan terhadap nasib mereka bila bekerja di luar negeri.
Contoh nyata derita para TKI, yang sebagian besar terekspose adalah TKW, tenaga kerja wanita, sepert Sumiati yang digunting bibirnya oleh majikannya, dan siksaan yang tidak manusiawi lainnya, serta Kasus TKW yang saya temukan dalam Jawa Pos Radar Madiun halaman 29, Derita Ani Setyawati, TKW warga RT 2 RW 1 Dusun Krajan, Prambon, Dagangan, Kabupaten Madiun. Perempuan 33 tahun yang bekerja di Arab Saudi itu dikabarkan menjadi korban kekejian majikannya. Ani mengalami penyiksaan di sekujur tubuhnya setelah 4 bulan bekerja. Penyiksaan yang dialami Ani informasinya dikarenakan meminta haknya sebagai pembantu yang telah bekerja selama 7 bulan, sayang Majikan Ani enggan memberikan gaji dan malah menyiksa ibu 3 anak itu. Saya agak bingung dengan kebenaran kasus ini, sebab di satu sisi dikabarkan kalau Ani mengalami penyiksaan setelah bekerja selama 4 bulan, tapi dalam informasi penyebab penyiksaan itu karena Ani meminta haknya sebagai pembantu selama 7 bulan, sehingga majikannya bukannya memberikan hak Ani tapi malah menyiksanya. Mungkin karena Ani yang baru bekerja selama 4 bulan meminta haknya selama 7 bulan, sehingga majikannya yang merasa tertipu merasa berhak menghukumnya saya kurang paham di mana letak kesalahan berita ini, tapi yang saya tahu, penyiksaan itu sudah di luar batas kemanusiaan, terlepas Ani yang berbohong, sehingga majikannya geram, atau penulis berita yang kurang teliti memberikan informasinya. Yang akan kita luruskan di sini tentunya perlindungan para TKI yang sebagian perempuan, sehingga inilah saatnya tindakan anggota dewan ditunggu bukti kongkretnya daripada sekedar beramai-ramai bergiliran menandatangani sebuah banner berukuran 10 x 3 meter yang didominasi warna biru putih. Di tengah banner terdapat tulisan Beraksi dan Bertindak Untuk Menghapus Kekerasan terhadap Kaum Perempuan . Bahkan di bawahnya tertulis The International Day For The Elimination of Violence Againts Women (Jawa Pos, Selasa 23 November 2010). Sungguh momen yang sangat tepat dan berkesesuaian, di saat para TKW membutuhkan perlindungan dan kenyamanan dalam berkarya membangun bangsa, bahkan dianugerahi gelar pahlawan devisa, inilah saatnya tekad para anggota dewan itu kita tagih realisasinya, seperti yang dikemukakan oleh Mr Pecut dalam mengomentari Wacana yang ada : Atau lengkapnya begini :
Wacana Anggota Dewan : TKI Bakal dibekali Handphone.
Mr. Pecut (menagih bukti nyata) : Salah, mestinya dibekali ilmu kebal
Komentar Mr Pecut yang betul-betul melecut tindakan nyata dengan komentar yang bernada sinis itu sebenarnya mengandung kebenaran. Ilmu kebal yang dimaksudkan di sini adalah hukum tertulis yang berisi perlindungan bagi para TKW dan tentunya juga TKI yang berlaku secara International di semua Negara, sehingga di manapun Tenaga Kerja Indonesia menyumbangkan tenaganya, mereka mendapatkan perlindungan dan kenyamanan tanpa perlu merasa was-was selama mereka mematuhi hukum yang berlaku secara International. Seperti misalnya untuk TKW maupun TKI yang bekerja di Arab Saudi, mereka harus ditempatkan sebagai mitra kerja, bukan sebagai pelayan, yang apabila salah menterjemahkan, atau terjadi miscommunication antara Hukum di Indonesia dan Hukum di Saudi Arabia, maka mitra kerja itu justru diterjemahkan sebagai budak. Di mana semua umat muslim mengetahui, bahwa budak akan kehilangan haknya sebagai manusia jika telah dibeli dengan sejumlah uang. Dapat kita bayangkan, bagaimana jadinya jika sebuah PJTKI telah menerima uang dari calon majikan, sedangkan Sang majikan adalah Bangsa Arab totok yang hanya mengerti hukum di negaranya, pastilah dia akan memperlakukan para TKW bahkan TKI selaksa budaknya. Dan kita tidak bisa mempersalahkannya, sebab di Arab hukum agama adalah hukum yang tertinggi dan dipatuhi semua rakyatnya. Namun demikian, apabila para TKI dan TKW mempunyai majikan yang baik akhlaknya, yang bersedia memerdekakan budak, pastilah mereka akan dihargai selayaknya seorang pelayan yang berhak menerima gaji. Ini hanya sekelumit gambaran tentang kesalahan komunikasi dan penggunaan hukum yang berlaku. Untuk itu, janganlah memfokuskan perlawanan kekerasan perempuan pada kasus-kasus KDRT semata, tapi kasus TKW ini adalah masternya KDRT, di mana perempuan yang seharusnya dijaga kesuciannya di rumah, mengurus rumah tangga dan mendidik anak-anaknya sebagai penerus bangsa justru diijinkan menentang bahaya menelusuri belantara yang penuh dengan binatang buas yang siap memangsa mereka. Karena itu, kalau tak mampu menghilangkan jumlah TKW, kurangilah secara berangsur-angsur agar para lelaki kembali mendapatkan harga dirinya dan menyayangi keluarganya. Lindungi para TKI dengan Perlindungan hukum tertulis yang tegas dan jelas, dan hukumlah mereka jika tak mematuhi hukum yang sebenarnya justru ditujukan untuk melindungi dan memberi kenyamanan pada TKI. Hanya sampai di sini wacana saya, semoga segera direalisasikan oleh para penguasa penentu kebijakan, sebab rakyat kecil seperti saya hanya bisa berdoa, semoga Allah meridhoi langkah bangsa kita yang sedang bersemangat mencari jati dirinya. Amin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar