MUNGKIN
KARTINI BISA TERSENYUM
KALAU GAJI PRT SAMA DENGAN STANDAR PEGAWAI KANTORAN.
Bulan april biasanya identik dengan hari
Kartini dan emansipasi. Meski saya tak yakin, apakah emansipasi saat ini masih
diperlukan, mengingat realitanya hampir tak ada lagi perbedaan laki-laki dan
perempuan dalam segala kesempatan , kemampuan, bahkan kejahatan dan kekerasan
hampir tak ada bedanya. Bahkan mungkin kebablasan, perempuan koruptor,
banyaakk…., perempuan pelaku KDRT, banyaakk…, perempuan pelaku kejahatan, banyaaakk……!
Tapi perempuan yang berprestasi melebihi laki-laki dan menduduki jabatan yang
dahulu hanya dijabat oleh kaum laki-laki juga banyaakkk…….!
Tapi benarkah perempuan sudah dihargai
sebagaimana penghargaan pada laki-laki? Sekarang coba kita renungkan, secara
immaterial, memang banyak penghargaan, sanjungan, dan pujian pada seorang
perempuan atau seorang ibu. Itu adalah hal yang patut disyukuri. Tapi tetap
saja ketika membicarakan Kartini dan emansipasi, maka yang ditampilkan adalh
perempuan-perempuan yang dianggap hebat dan Kartini-Kartini masa kini yaitu
mereka yang menjabat atau melakukan pekerjaan laki-laki. Mereka dianggap
sebagai “Kartini” masa kini, padahal, apakah seperti itu yang diinginkan
Kartini? Kalau saya lebih suka menyebut perempuan-perempuan yang hebat dalam
menguasai pekerjaan laki-laki sebagai Srikandi, tokoh perempuan dalam
pewayangan Jawa yang merupakan seorang perempuan yang gagah perkasa (Meski
kalau dlm versi hindu, Srikandi digambarkan sebagai wadam).
Sebenarnya ada yang membuat saya tersenyum,
ketika di e-KTP saya, dalam item pekerjaan tertulis :” Mengurus rumah tangga”.
Bagi saya itu adalah penghargaan bagi seorang ibu rumah tangga. Tidak dianggap
lagi sebagai pengangguran seperti KTP saya yang dulu, yang tertulis :
Belum/tidak bekerja. Lalu apa hubungannya dengan PRT? Ya k arena sama-sama
mengurus dan membenahi rumah tangga.
Pekerjaan PRT biasanya identik dengan hal-hal
yang dikerjakan oleh seorang ibu rumah tangga. Seorang wanita karir akan
membutuhkan seorang PRT yang harus mengerjakan pekerjaan rumah tangga karena ia
sendiri harus bekerja di luar rumah. Secara ekonomi, seorang wanita pekerja di
luar rumah lebih unggul dalam hal penghasilan, sehingga seringkali, masalah
penghasilan ini menjadi alasan utama seorang perempuan untuk bekerja di luar
rumah. Pekerjaan rumah tangga didelegasikan pada PRT, sebab standar gaji PRT
sangat rendah, di bawah UMR, bahkan mungkin hanya seperempat dari penghasilan
seorang PNS atau perempuan pekerja kantoran.
Ini yang menurut saya merupakan diskriminasi dalam penghargaan terhadap
pekerjaan rumah tangga yang biasanya diidentikkan dengan pekerjaan perempuan.
Masih dihargai sangat-sangat rendah, bahkan mungkin masih sedikit berbau
perbudakan. Pekerjaan berat nonstop, dengan gaji yang sangat kecil. Biasanya
seorang PRT memang berpendidikan rendah, sehingga seringkali juga dijadikan alasan
gajinya juga rendah. Tapi perlu digarisbawahi, dari segi skill, tentunya mereka
menguasai pekerjaannya secara professional. Ini yang terkadang dilupakan. Jadi menurut saya, saat ini perempuan masih
mengalami diskriminasi pekerjaan dan penghargaan secara ekonomi yang tak
seimbang, sebab perempuan yang mengerjakan pekerjaan laki-laki, bekerja di luar
rumah, lebih dihargai secara ekonomi, bahkan secara immateri dibandingkan
pekerjaan perempuan dalam rumah tangga. Mungkin kalau gaji PRT sama dengan
standart gaji pegawai kantoran, saat itulah perempuan terlepas dari
diskriminasi pekerjaan. Tentunya bagi orang-orang yang masih dimabukkan dengan
kebanggaan akan kehebatan pekerjaan laki-laki, perempuan yang mampu mengerjakan
pekerjaan laki-laki adalah suatu kehebatan yang membanggakan, mereka tak sadar,
bahwa ini berarti pekerjaan perempuan masih dianggap lebih rendah dan tidak
dihargai secara ekonomi. Pro dan kontra pasti aja, tapi bagi saya itu sah-sah
saja. Monggo………
Tidak ada komentar:
Posting Komentar