SETITIK
TINTADI ATAS
KERTAS
Tapi
apalagi yang dikatakan ketika sang tongkol sudah kusulap menjadi
tongkol balado yang menggugah selera? “Aduhhh tongkolnya enggak kamu
kasih jeruk nipis ya,Dik? Kok baunya amis banget, besok lagi enggak usah
beli ikan laut aja, bau amisnya
bikin aku mau muntah…! SSrrrr…darahku dah naik sampai kepala, tapi masih
kucoba berhitung sampai sepuluh, masih jengkel, .....kupejamkan mata
dan kutarik napas dalam-dalam…” Baiklah suamiku sayang,….besok beliin
gurame aja, ya…nanti aku tinggal masak…!” Kujawab dengan nada sedatar
mungkin, meski sambil geregetan. Suamiku tak merespon, tapi herannya,
dia nambah lagi nasinya,..???? Bikin aku bingung aja.
Malam hari sehabis Isya’anakku asyik mengerjakan PR, kutanya enggak ada kesulitan. Kuhidupkan TV, Mas Yok asyik mengetik dengan
laptopnya. Tahu aku menghidupkan TV, melongokkan kepalanya ke ruang TV.
“ Anak-anaknya mengerjakan PR, Bundanya malah liat TV, gak ada
manfaatnya, mudharat aja yang dicari…!” Baca-baca Al Qur’an kek, atau
apa..!” Huhh…aku betul-betul bete. Padahal dari Maghrib sampai Isya’
tadi kan aku sudah tadarus. Kumatikan TV dengan sedikit kasar, terus masuk kamar, tidur….
Pagi
ini kembali kesabaranku diuji. Bukan oleh anak-anakku yang dengan
manisnya mengambil baju seragam di lokernya masing-masing dengan tertib,
semua beres dan rapi, tapi justru oleh ayahnya, alias Mas Yok suamiku.
“Dik,..kamu ini bagaimana sih? Baju batikku kok belum diseterika? Sapu
tangan juga belum dicuci semua, bla..bla…omelannya masih panjang seperti
kereta puluhan gerbong di waktu lebaran. Padahal hari ini hari rabu,
dan batik seragam itu kan dipakai setiap hari Sabtu, pasti nih Si Mas
cuma cari-cari masalah deh.Tapi biarlah aku mengalah. Pagi-pagi enggak
baik bertengkar. Sambil menahan jengkel kuambil seterika, dan mulai
kuseterika baju batik suamiku tersayang, ups…bukan, suamiku yang
nyebelin seantero jagad…! Tapi apa yang dilakukan ‘beliau’? Bukannya
menghargai apa yang kulakukan, malah sambil tergesa-gesa berkata” Sudah
Dik, enggak usah repot-repot,…aku pakai yang seragam pemda saja!” Air
mataku hampir tumpah karena sebel..! (Bilang kek dari tadi…). Disodorkan
tangannya, kucium setengah hati. “Dah Dik, Aku berangkat! Assalamu’alaikum..!
“ …Kum salam..!” Anak-anakku berbaris manis mengikuti ayahnya sambil
mencium tanganku satu persatu. Ah..untunglah aku masih mempunyai
anak-anak yang manis.
Suami dan anak-anakku sudah berangkat. Jadwalku
selanjutnya, membereskan meja makan bekas sarapan, cuci piring,
merapikan tempat tidur, menyapu lantai, halaman depan, halaman belakang,
cuci baju…….tiba-tiba aku merasa tugasku terlalu banyak dan menumpuk.
Ah…santai sebentar ah… Kuhidupkan TV mau
liat berita, tapi terlambat, acaranya malah infotainment, isinya gossip
melulu, perceraian selebritis, selebriti ngantukpun jadi berita.
…huh,..membuat aku semakin bete, mana sebelku sama suamiku belum hilang,
malah tiba-tiba muncul kembali. Kejengkelanku bertambah melihat
piring-piring kotor…lantai kotor, dapur belepotan minyak, kompor
ketumpahan sayur…GGhhrrr…..rasanya aku pengin meledak. Pengin berteriak
keras-keras, khawatir mengganggu tetangga dan disangka gila, padahal aku
harus mengeluarkan uneg-unegku. Mau curhat sama tetangga, bisa-bisa
jadi infotainment gossip, Aha….aku ingat diaryku. Sahabat sejatiku.
Dengan antusias kuambil pena dan
kutulis, “ Suamiku nyebelin, Mas Yok bikin bete, ini salah itu salah,
rewel..(lagu ‘kaleee…), Enak bener jadi suami, sukanya marah-marah,
memerintah, pengin enak sendiri, egois,….bla..bla….sekarang gentian aku
yang merdeka buat mengeluarkan
ganjalan di hatiku,….Masya Alloh…ternyata aku lebih parah, 7 halaman
diaryku penuh kalimat protes untuk Mas Yok, semua kritik, dan kejelekan
suamiku. Ternyata aku lebih bawel, tidak cuma seperti barisan gerbong kereta, tapi tulisanku sudah sambung menyambung menjadi satu, dari sabang sampai merauke…..
Lain hari, diaryku
pindah tempat. Gawat….Mas Yok pasti telah membacanya. Bener juga, di
salah satu halaman diaryku, ada selembar kertas putih, dengan tulisan “Untuk istriku tersayang,…Cuma
itu…tidak ada yang lain, kecuali setitik tinta tepat di tengah-tengah
kertas. Aha…jangan-jangan nih suamiku gantian melontarkan kritik ke aku,
tapi biar enggak keliatan, mau main detektif-detektifan. Pasti ditulis
dengan tinta air jeruk, terus kalau pengin tulisannya kelihatan, harus
dipanaskan atau diseterika. He..he…taktik kuno. Kupanaskan seterika, dan
kugosok kertas milik Mas Yok, tapi…kok tetap saja seperti itu?
Wah…salah deh dugaanku. Oooo mungkin Mas Yok memang belum selesai
menulisnya, tetapi karena aku keburu masuk, buru-buru nih kertas ditaruh
dan dimasukkan ke diaryku. Oke,..biar deh kusimpan kembali diaryku di
tempatnya.
Keesokan
harinya,…Nah..bener kan…ada tambahan tulisan…tapi kok cuma”film”, itu
saja…? Apa aku harus mengingat ingat film yang pernah kami tonton?
Tentang pertengkaran suami istri? Kayaknya enggak ada deh film
kaya’gitu. Aku enggak suka, apalagi Mas Yok. Kalau ada film seperti itu,
pasti deh langsung ganti channel. Ah..aku masih bingung, ..
Sudah
dua hari ini Mas Yok tidak pernah rewel lagi, apapun yang kumasak pasti
dilahapnya, bahkan kemarin sehabis subuh membantu aku mencuci piring.
He..he…insyaf juga suamiku tersayang. Bahkan ketika aku lupa menyeterika
baju koko seragamnya untuk bayan malam jumat, dia juga enggak marah,
tetapi memakai baju lain. Ah..aku jadi enggak enak sendiri, kalau
suamiku jadi pendiam kayak gitu. Aku juga masih penasaran dengan kertas
kosong kemarin.. Diam-diam kubuka lagi diaryku. Aha…ada tambahan
tulisan. “kungfu”. Aku masih bingung, sambil berfikir, kubaca lagi
diaryku, dan Astaghfirulloh…semua isinya mengecam suamiku. Yah..namanya
juga orang lagi emosi…! Ya Alloh Ya Rabbi….aku ingat sekarang! Dalam
sebuah film kungfu, seorang master memperlihatkan selembar kertas putih
dengan setitik tinta di atasnya kepada calon muridnya. “Apa ini?” Calon
murid menjawab,” noda hitam di atas kertas guru,” Sang guru berkata.
Belajarlah dulu dari kehidupan, baru aku akan mengangkatmu menjadi
murid. Ketika calon murid kembali datang, Sang
guru kembali memperlihatkan kertas itu dan bertanya “Apa ini?” Calon
murid menjawab,”Setitik tinta di atas kertas,Guru!” Sang guru kembali
berkata, “Belajarlah dari kehidupan, baru aku akan mengangkatmu menjadi
murid.” Begitulah selalu terjadi berulang-ulang. Akhirnya sekian lama
calon murid menjadi orang yang bijak, dan dia datang lagi. Ketika sang
guru memperlihatkan kertas itu lagi sang murid menjawab. “Kertas
putih,Guru! “ Sudah, itu saja? Sang Guru meneruskan pertanyaannya.
Calon murid menjawab. Iya, Guru. Selembar kertas putih, ada setitik noda di
atasnya, tapi itu tidak seberapa dibandingkan luasnya kertas putih yang masih
bersih!” Sang Guru tersenyum, “Baiklah, Kamu boleh menjadi muridku!
” Yess!! Aku memekik girang menemukan jawaban teka-teki di balik kertas yang diberikan Mas Yok untukku.
Tapi..aku juga sangat malu, sebab, tujuhbelas tahun lamanya aku menikah dengan
Mas Yok, begitu banyak kebaikannya, tapi mengapa dalam diaryku yang tujuh
halaman ini hanya tertulis kejelekan nya saJa?
Ah…aku
menjadi sangat malu, bukankah selama ini suamiku sangat baik, setia,
bertanggung jawab, …Ah..mengapa hanya melihat setitik tinta itu, padahal
kertas putih yang bersih itu seribu kali lebih luas…Aku menangis karena
malu, betapa tidak bersyukurnya Aku……
Di dekat diaryku, ada setumpuk buku bacaan dan novel-novel favoritku.…..(Maaf,
Dik..beberapa hari ini aku agak stress mengejar deadline untuk
menyelesaikan membuat soal-soal midterm, soal bimbingan olympiade sains,
soal-soal latihan Unas, memberi les, mengajar 24 jam untuk memenuhi
syarat sertifikasi, …Alhamdulillah semua sudah kelar, Nih..honornnya
buat mbeliin kamu buku….!) Ya Alloh, ternyata
suamiku seorang pekerja keras, dan begitu baik, sementara aku yang
hanya mengerjakan pekerjaan rumah yang bisa kukerjakan dengan santai malah mengeluh. Aku semakin malu…Maafkan Aku, Mas…!Terima kasih semuanya…!