Aku dan Mia asyik cekikikan sambil memegangi perut. Si Alas Purwo, yang jadi bahan tertawaan kami hanya mendelik sebal. Sudah hapal dengan keisengan kami. Cowok keling itu menulis sambil berdiri, sebab kalau sambil duduk, tangannya tak bisa menjangkau buku tulisnya. Entah mengapa, badannya bisa sekecil itu, sehingga dengan bangku-bangku kayu jati yang berukuran besar peninggalan jaman kolonial ini, dirinya semakin ”tenggelam”.
”Mas Pur, pinjam penghapusnya!” Mia kumat isengnya. Kami memang biasa memanggilnya Mas Pur, meski posturnya yang kecil mungil harusnya justru kami panggil Dedek. Mas Pur mendelik sebal. Tak bermaksud sedikitpun untuk meminjamkan penghapusnya. Mia tak menyerah, direbutnya penghapus karet itu sampai menimbulkan kericuhan. Bu Win guru kesenian kami melotot.
”Ini,Bu. Purwono mencubiti aku, jadinya kubalas”, Mia menjawab sekenanya membalas tatapan gusar Bu Win. Tentu saja Mas Pur mencak-mencak.
”Huhuii....cubit-cubitan,Oii ! ” Ada yang nyeletuk,
”Senggol-senggolan,ooiii....!” ada yang nambahin lagi. Membuat suasana semakin kacau balau.
”Sudah...diammm!!! Bu Win memukulkan penggaris satu meteran ke whiteboard . Membuat kelas kembali hening. Mia melelet-leletkan lidahnya ke arah Mas Pur yang mendelik murka. Aku hanya tertawa tertahan memegangi perut. Aku heran, kenapa Mira seneng banget ngisengin Purwono, alias Si Alas purwo,alias Mas Pur.
Pagi itu aku dan Mia duduk di bangku depan kelas, asyik mengamati teman-teman kami yang mulai berdatangan. Dari yang diantar pakai mobil mewah, yang naik angkot, yang jalan kaki, sampai yang bersepeda onthel. Tetapi tidak ada yang bersepeda motor, sebab kami masih kelas VIII alias kelas 2 SMP, belum boleh mengendarai kendaraan bermotor. Dari kejauhan aku melihat pemandangan yang menggelikan. Seorang cowok mungil naik sepeda kumbang setengah nggak nyampai. Dia duduk di atas sadel, tapi kakinya tak sampai menginjak pedal. Pedalnya dihempas dan berputar, kemudian dihempasnya lagi kalau sudah sampai dijangkauannya kembali. Lucu banget.
”Mia, Mas Pur datang Mia!" Aku menggoyang-goyang tangan Mia yang lagi asyik ngecengin cowok tetangga kelas. Rambut Mia langsung tegak, eh..maksudnya wajah Mia langsung sumringah. Merasa mendapatkan sasaran keisengannya. Mas Pur sudah terlihat grogi melihat aku dan Mia, cewek-cewek ”preman kelas” lagi mencari mangsa.
”Mas Pur...Aku padamu....! I lu v U pull. Muahh.....!!!” Mia kumat gokilnya. Seolah dirinya betul-betul naksir pada Mas Pur, padahal nggak banget lah!
Mas Pur grogi tapi sewot, dipandangnya Mia sambil ingin dikatakan sesuatu, tapi apes betul Dia, lupa menghempas pedalnya, laju sepeda tak terkendali, padahal sudah sampai dekat parkiran, maklum kelas kami paling ujung, hanya beberapa meter dari tempat parkir. Dan...
”Gubrakk!!!! Mas Pur jatuh dengan sukses, untung di atas gundukan pasir, jadi tak menimbulkan cedera yang berarti. Mia malah ngakak-ngakak tanpa kasihan. Mas Pur bangun sambil bersungut-sungut, wajahnya yang hitam memerah saking marahnya, ditambah tengsin berat sama Mia ,aku hanya tersenyum, bingung mau ngapain. Bowo ketua kelas kami yang baru datang segera menolong Mas Pur.
”Awas ya...nanti kalau Purwo sudah sunat pasti lebih tinggi dari kamu-kamu semua. Cewek kan kodratnya berbadan lebih kecil dari cowok,” Bowo bermaksud membela Mas Pur, tapi dasar Mia gokilnya agak kelewat, bukannya berhenti menggoda malah semakin menjadi-jadi.
”Ooooo Mas Pur belum sunat to? Wah..belum sunat aja sudah sekecil ini, jangan-jangan kalau sudah sunat semakin kecil dan menghilang,” Ha.ha.ha...Mia semakin terbahak-bahak. Nggak sopan banget tuh anak. Untunglah bel segera berbunyi. Sehingga kericuhan itu terhenti, Mas Pur masuk kelas sambil menyilangkan jarinya di atas kening sambil menatap Mia sebagai isyarat kalau Mia dianggapnya tak waras. Ternyata pede juga tuh anak.
Aku dan Mia sama-sama kurang suka pelajaran berenang. Di samping harus berbikini ria di kolam renang sehingga memperlihatkan putih dan mulusnya kulit, kami juga sama-sama kurang suka masuk ke air. Apalagi Mia yang malas mandi (Piss...Mia!!) . Dan alasan yang paling utama, kami tak bisa berenang. Ini membuat kami terlihat bego, sungguh-sungguh merupakan siksaan yang berat bagi kami. Pak Aries guru renang kami berteriak-teriak memberi pengarahan pada kami tentang cara-cara berenang. Mas Pur tertawa mengejek melihat aku dan Mia hanya berendam di pinggiran kolam. Kali ini dia merasa berada di atas angin. Dengan pongahnya dia naik ke papan luncur yang tinggi, lalu salto masuk ke kolam yang dalam, kemudian menyembul dan berenang ke tepi kolam renang. Lidahnya menjulur-julur ke arah aku dan Mia, mengingatkanku pada pleky, anjing tetangga sebelah yang lagi kelaparan. Mia geregetan, tapi betul-betul mati kutu. Aku dan Mia tak berkutik terdiam di pinggiran kolam. Mas Pur semakin menjadi-jadi. Ia kembali naik ke papan luncur, ingin memamerkan kehebatannya, sombong banget dia. Tapi tiba-tiba terdengar suara Pak aries menggelegar,
” Pur,..renangmu itu gaya sungai, jangan dipamerkan di sini! Dengar dulu penjelasan Bapak, biar kamu bisa berlatih renang dengan benar,..”
”Ha.ha.ha..!”.kali ini aku dan Mia bisa tergelak, sementara teman-teman yang lain berteriak Huuu.....!” pada Mas Pur. Mas Pur yang terlanjur kepedean jadi grogi. Badannya yang siap terjun dari ketinggian papan luncur jadi oleng, dan....pretttt!!!!! Celana kolornya nyangkut di papan luncur, tapi Mas Pur berhasil terjun bebas masuk ke kolam, dan lama tak menyembul-nyembul. Aku dan Mia semakin terbahak-bahak sampai air kolam terasa hangat, serasa ada sesuatu yang mengalir deras dari celana renang kami, sampai ter pipis-pipis. Bahkan air matapun sampai keluar saking gelinya. Mas Pur menyembul di pinggiran kolam, tapi Aku dan Mia yakin, dia pasti nggak bakalan berani naik ke atas. Rasain Lu...ha.ha..ha.....!!!
”Ha.ha..!”.Aku dan Mia terbahak-bahak mengingat cerita 5 tahun yang lalu. Senang sekali kami bisa bertemu setelah kami berpisah selama 3 tahun karena melanjutkan ke SMA yang berbeda. Kali ini kami bermaksud mendaftar ke universitas yang sama. Kulihat Mia penampilannya tidak secuek dulu. Rambutnya sedikit dipanjangin. Manis juga sebenarnya temanku ini. Sementara aku masih seperti dulu , nyaris tak ada yang berubah.
”Mia..!” Aku menyikut lengan Mia yang sedang ngantri pengembalian formulir pendaftaran mahasiswa baru. Mia mendelik karena lagi asyik ngedengerin musik dari headset hapenya. Aku mengerlingkan mataku ke arah seorang cowok yang dari tadi sepertinya mengamatiku sampai membuat aku risih. Mia menengok ke arah kerlingan mataku.
”Lumayan...bisik Mia. ”Black sweet,” lanjutnya lagi. Aku gemas. Peduli amat mau black sweet apa blek bodhol. Aku cuma sebel saja menyadari kalau dari tadi matanya melotot ke arahku. Ingin rasanya kuculek aja biar kapok. Lha ini Mia malah tertarik. ”Huh..!” tambah sebel saja aku jadinya.
”Kok sewot, sih..”Mia menatapku aneh. ”Kamu juga naksir yaa?? Mia tambah meledekku. Aku semakin keqi.
’Ambil gih,” gerutuku kesal. Mia ter bahak, membuat beberapa pasang mata menengok ke arah kami. Mia cepat-cepat menutup mulutnya. Sudah agak mengerti sopan santun juga dia rupanya. Tiba-tiba cowok itu sudah mengantri di depan aku dan Mia .Sungguh-sungguh tidak gentleman. Main serobot saja.
”Sorry, kalian kebanyakan heboh sih, jadi aku duluan,” cowok itu tersenyum penuh kemenangan,membuat aku dan Mia rasanya ingin menghajar tuih cowok sampai babak belur, untungnya petugas loket pengembalian formulir segera menyuruh kami maju. Cowok itu tersenyum mengejek setelah urusannya selesai. Aku dan Mia pura-pura cuek, padahal kalau tidak menyebalkan senyum tuh cowok manis juga. Alamak...!!Jangan-jangan cowok itu sudah menghipnotisku kok tiba-tiba aku jadi memperhatikannya. Sialan betul.
Petugas dan pengawas ujian masuk Perguruan Tinggi Negeri sudah datang. Aku dan Mia berdoa dalam hati. Semoga soal-soalnya bisa kami kerjakan dengan mudah, sedang peserta yang lain tidak ada yang bisa, sehingga kami bisa diterima. Hemm..doa yang betul-betul egois. Tapi untuk urusan nasib terkadang kita memang harus egois. Aku duduk bersebelahan dengan Mia, sebab nomor pendaftaran kami berurutan. Bangku di sebelahku kosong. Tiba-tiba ada seorang cowok tergesa-gesa duduk di sebelahku. Oh my God..Si tengil itu ternyata duduk di sebelahku. Apes bener nasib awak. Meski terlambat, cowok itu duduk dengan tenang dan santai. Kepedean banget deh. Gayanya sok pinter lagi. Tapi, kalau betul-betul pinter, lumayan juga nih cowok, bisa dimanfaatin.
Aku dan Mia kasak kusuk. Banyak soal-soal yang belum bisa kami kerjakan. Aku melirik lembar jawaban cowok tengil itu. Lumayan, ada yang sudah dikerjakan. Segera saja kusalin dalam lembar jawabanku. Cowok itu mencibir, tapi aku tak peduli, yang penting Aku bisa mengerjakan soal-soal tes ini, dan Mia tentu saja, karena Mia bisa langsung melirik lembar jawabaanku. Cowok itu selesai duluan. Aku dan Mia berpandangan, tepat ketika cowok itu berlalu, kami mencium bau tak sedap. Bau telur busuk. Aku dan Mia reflek menutup hidung. Sialan banget tuh cowok, sudah sombongnya setengah mati, ninggalin kentut lagi. Betul-betul tak tahu sopan santun. ”Ganteng-ganteng, jorok..!” Mia menggerutu. Aku jengkel campur geli. Nih cowok betul-betul mengganggu konsentrasiku.
Akhirnya tes seleksi masuk Perguruan Tinggi Negeri itu usai. Aku dan Mia bernafas lega. Saat ini Aku sedang menyantap nasi pecel kesukaanku, sementara Mia lebih suka memilih soto ayam.
”Tahu nggak Tik, aku heran...kayanya tuh aku kenal banget sama cowok tengil tadi. Seperti ada chemistry gitu...”
”Hah...yang bener saja!” Aku hampir tersedak. Kok bisa-bisanya Mia tertarik sama cowok nggak nggenah kaya gitu.
”Nggak tahu ya Tik, kayanya tuh cowok tipe aku banget, Hitam manis, cuek, nggak macho-macho amat sih...tapi ganteng deh. Ditambah otaknya encer,..
”Dan kentutan....!~” Aku melanjutkan dengan sebal. Melihat cowok itu kemarin memandangku dengan tatapan kurang ajar saja sudah membuat aku eneg. Kok bisa-bisanya Mia tertarik sama cowok nyebelin itu. Jangan-jangan sudah kena pelet tuh anak. Aku merasa Mia jadi aneh, apa selama tiga tahun ini Mia telah berubah? Ah..aku jadi puyeng sendiri, mungkin dunia sudah jungkir balik.
”Hai,...!” Tiba-tiba cowok tak tahu malu itu sudah nyelonong di meja kami. Aku melotot saking kaget nya, sementara Mia malah tersenyum girang , persis kucing disodori ikan asin. Oh My God....cowok ini betul-betul seperti kutu rambut yang menempel ke mana saja kepalaku dan kepala Mia bergerak.
Aku pasang tampang galak, tapi cowok itu cuma cengar cengir saja, seolah sengaja menggodaku. Celakanya, kayaknya nih cowok malah lebih tertarik padaku daripada pada Mia yang kesengsem berat padanya. Gawat. Aku harus cari akal. Untung di saat genting seperti ini otakku mau diajak kompromi.
”Mia, aku ke toilet dulu sebentar ya..!” Tanpa menunggu jawaban Mia aku langsung ngacir, cowok itu sengaja tak kupamiti, biar dia merasa kalau aku sama sekali tak suka pada kehadirannya. Meski ada rasa nggak enak juga ketika sekilas kutangkap raut kecewa di wajahnya yang tiba-tiba mengingatkanku pada seseorang yang kukenal, tapi entah siapa. Hii..kok aku jadi ikut-ikutan merasa dekat dengan cowok itu. Pasti aura peletnya sudah ikut mempengaruhiku. Sorry ya..aku nggak mempan sama yang begituan. Huh..kok jadi ngelantur.
Lega rasanya bisa bebas dari makhluk menyebalkan itu. Biar saja Mia tertarik sama cowok itu, yang penting kalau betul-betul jadian jangan ngajak aku dekat-dekat. Hmm ....Bingung juga aku ke toilet tanpa tujuan. Tapi tak ada salahnya kalau aku merapikan rambutku. Kutatap wajahku di cermin. Kok masih tetap jelek ya..padahal aku sudah tersenyum semanis mungkin. Ups..malah jagi kayak orang gila senyum-senyum sendiri. Akhirnya aku keluar dari toilet, aroma urin membuat aku ingin muntah. Dari kejauhan kulihat Mia duduk sendiri. Ngacir ke mana tuh cowok, jangan-jangan dia sudah ngecewain Mia dengan meninggalkannya begitu saja, karena sebenarnya yang diincar aku. Duh..ngelantur lagi. Siapa yang mau sama cowok kayak gitu. Hii....
”Tika...cepetan sini..!” Mia tak sabar melambai ke arahku yang berjalan gontai. ”Ada apa sih?” Penasaran juga melihat Mia terlihat sangat bahagia.
”Aku barusan bertukar nomer hape,” Mia merem melek saking senengnya.
”O ya?” Pertanyaan yang bego, sebab sebenarnya aku sama sekali tak tertarik. Hanya untuk menjaga perasaan Mia saja aku pura-pura ikut seneng.
Tiba-tiba hape Mia mengeluarkan sinyal kalau ada SMS yang masuk. Tapi nama pengirimnya Want No.
”SMS dari Dia.!” Mira menjerit histeris. Huh..baru di SMS saja kayak dapat undian milyaran. Memangnya gitu ya orang yang lagi jatuh cinta? Aku bergumam dalam hati.
”Kita buka bareng-bareng Tik,..!” Mia mendekatkan layar hapenya kepadaku, sehingga aku juga bisa membaca SMS yang masuk.Kulihat tangan Mia gemetar, mungkin saking deg-deg-annya. Ternyata isinya pendek saja. ”Kualat Loe waktu SMP suka ngisengin gue. Poer want no.
”Mas Poerrr....!!!!!! Aku dan Mia berteriak kaget, seolah baru saja mendapat pukulan telak dan jatuh KO terkapar di tengah ring tinju..........