Kamis, 12 Desember 2019

Tumpeng untuk Ibu




Kamis kemarin, 12 desember 2019 di balai desa Krandegan diadakan Lomba tumpeng menyambut hari ibu. Acara yang menarik. Lomba diadakan antar RT, dengan jumlah RT sekitar 37 dalam lingkup Desa Krandegan. Para peserta diberi anggaran dari desa sebesar 50 ribu untuk mewujudkan sebuah tumpeng dalam rangka menyambut hari ibu.
Dalam rapat RT sempat bingung, sebab RTku kebetulan dalam minggu yang sama mendapat amanah menyediakan tempat bagi pengajian ibu-ibu muslimat di hari ahad pahing. Sempat tercetus untuk memesan tumpeng yang sudah jadi saja untuk kemudian disetor ke panitia, toh peserta cuma diwajibkan setor tumpeng yang sudah jadi. Ada yang usul untuk memesan kepada penjual makanan yang biasa membuat tumpeng, tapi sayangnya domisilinya di RT lain, jadi tidak bisa diterima. Yang paling ideal usulan memesan pada warga RT sendiri, yang lain tinggal membantu mendoakan. Tapi kalau melihat anggaran yang cukup mepet, kasihan juga kalau semua dibebankan pada satu orang saja. Akhirnya Bu RT memutuskan aku dan Bu Anies untuk membantu Bu Nur mempersiapkan tumpeng untuk lomba. Ya sudah, bismillah saja. Yang penting kita berpartisipasi dan berusaha sebaik-baiknya.
Menjelang hari H kami berembug, membuat rincian anggaran dan menentukan desain tumpeng, juga berbagi tugas. Ternyata menyusun rincian anggaran cukup memusingkan. Semula Bu Nur mengusulkan burung dara panggang. Dan aku sempat setuju, tapi ketika mengotak atik anggaran kok agak susah bernafas. Dari nasi saja sudah sekitar 10 ribu. Hiasan dan daun pisang sekitar 5 rb, bisa lebih. Sayuran dan bumbu urap 5 rb. Burung dara dan bumbunya sekitar 10 ribu. Telur kl beli 1/4 kg saja sudah 6ribu. Tentunya ada lauk lain, minyak goreng, dan bahan lain yang yang ternyata melebihi 50 rb. Akhirnya kami putuskan lauknya tahu,tempe,telur dan telur puyuh dan ikan asin sebagai teman urap,  tapi diolah bermacam-macam masakan,tahu dan tempe bacem, orek(tumis) tempe lombok ijo, tahu kukus, perkedel tahu, dan telur puyuh ceplok bumbu bali pedas.Sedang telur rebus dan telur puyuh rebus untuk membuat hiasan berbentuk ayam.Sehingga mbak Lilik yang menawarkan untuk membelikan daging puyuh matang terpaksa kami tolak. Kami berbagi tugas, Bu Nur masak nasi dan sayurnya, aku masak lauk, Bu Anies bagian menghias tumpeng. Malamnya kami cek semua siap, persiapan untuk besok pagi.
Pagi Aku datang ke tempat Bu Nur. Bu Anies sudah sibuk mempersiapkan hiasan, aku ikut nimbrung. Tak lama Bu Rodhli datang dengan produk susu kedelainya yang aman,alami dan murah, juga buah-buahan. Saat kami bingung bagaimana caranya mengangkut tumpeng ke balai desa, karena kalau dibawa memakai sepeda motor bisa ambyar di jalan, Bu Yun datang menawarkan mobilnya, kebetulan Pak Sayuti yang sedang sibuk membenahi kolam bersedia mengantar. Alhamdulillah, satu persatu kendala teratasi, karena waktu begitu cepat berlalu.Tumpeng siap dibawa ke kantor desa, Bu Rodhli yang baik hati bersedia memangku tumpeng yang beresiko megal megol terkena gerakan jalannya mobil. Aku mendampingi di sebelahnya sambil menyangga piring buah. Alhamdulillah, akhirnya tumpeng sudah duduk manis di meja nomer 4 dengan piring buah dan rangkaian bunga yang cantik. Bu Anies yang menyusul melengkapinya dengan segelas susu kedelai dan segelas air putih.
 Kira-kira jam 10.00 wib acara dimulai,dibuka oleh pembawa acara dan dilanjutkan sambutan dari Bu Lurah yang berharap semua peserta menang. Acara sempat molor satu jam dari jadual karena memberi toleransi pada peserta yang mungkin telat sambil membenahi yang masih kurang. Mas Ryan, sebagai ketua pokja memberi sambutan dan menjelaskan sedikit tentang pertumpengan, bahwa sebaiknya untuk tumpeng perayaan warnanya kuning, karena merayakan hari ibu ya segala sesuatunya berhubungan dengan ibu, berbentuk kerucut yang melambangkan kesejahteraan dan letaknya di tengah. Sedang tumpeng nasi putih menggambarkan sesuatu yang spiritual. Hahay....tumpeng RT kami sudah langsung kalah 2 set,  sebab tumpeng kami terdiri dari kombinasi nasi dan tiwul, serta terletak di pinggir. Aku hanya tersenyum. Sebab kami memang tidak terlalu berharap menjadi juara, jika melihat tumpeng-tumpeng peserta lain yang kuning kuning dan cantik-cantik. Semoga Juri juga mempertimbangkan tumpeng kami yang menyentuh hati ibu banget karena kutulisi Aku sayang(dengan bentuk cinta/hati) ibu, meski warnanya tidak kuning, sebab menghargai ibu tidak harus dengan perayaan, tapi mengungkapkan rasa sayang dan cinta kepada ibu lebih menyentuh hati dan berkesan (ngelesssss.....:-). Tiwul dan nasi putih yang menggambarkan ketahanan pangan, sekaligus seorang ibu yang berada dalam keprihatinanpun tetap mengutamakan spiritualitas, lagian meski nasi tiwul sawo matang penampilannya tetap cantik :-). Letaknya di pinggir menggambarkan kemuliaan hati ibu yang rela meminggirkan diri untuk memberi kesempatan pada anak-anak dan suaminya meraih kebahagiaannya, karena seorang ibu akan ikut bahagia kalau anak-anak dan suaminya bahagia ( ngeles lagiiiii....:-)
Pembukaan diakhiri dengan doa oleh bu Modin.

Penjurian dimulai, lumayan membuat ngantuk menunggu penjurian dan menanti tumpeng kita dinilai. Ada yang membuatku gembira, karena bertemu teman lama sewaktu mengikuti THL PP di Malang, berangkat bersama dari madiun dan berjuang bersama mencari penginapan dan mengikuti seleksi bersama, Mbak Siti, ternyata beliau menjadi juri. Jadi malu, kok aku sampai lupa, pengin ngobrol sebenarnya, tapi waktu dan tempatnya belum pas, hehehe....

Aku bersama Bu Anies, Bu Yun dan Bu RT pulang duluan karena sudah hampir jam 13.00.Tapi masih ada Bu Modin yang bisa mewakili RT 11.
 Ternyata betul-betul mukzijat, mungkin ini atas doa semua ibu-ibu RT 11 dan mungkin bapak--bapaknya juga tumpeng kami mendapat juara 3. Alhamdulillah, semoga menjadi penyemangat dan motivasi ibu-ibu yang lain agar lain kesempatan bergantian mewakili RT ikut kegiatan serupa, sebab banyak manfaat dari kegiatan ini, ada tips untuk menghindari pemakaian penyedap dan bahan-bahan aditif lainnya seperti pemanis buatan, pengempuk, pewarna buatan, pengembang,dll dari Bu Siti dan menghindari pemakaian tomat sebagai hiasan karena bisa mengundang lalat buah dan cepat rusak dari Bu Khotimah.
Selain itu juga bisa belajar dari peserta lain, juara 1 yang menghias dan membingkai rincian anggaran membuat kita sadar pentingnya managemen keuangan dalam keluarga, bertanggung jawab mengelola anggaran,anggap uang kita hanya 50 ribu, tidak ada uang lain. Anggaran konsumsi harus disesuaikan dengan budget, kalau perlu masih ada sisa tapi tetap bisa menyediakan gizi yang cukup dan berimbang. Jangan terlalu ngirit, tapi juga jangan sampai tekor karena bisa membuat kita terlibat hutang kalau melampaui anggaran.
Sedang juara 2 sangat inspiratif sekali karena dengan tongkol seharga 5 rb bisa disulap menjadi hidangan rolade tongkol dan sate lilit tongkol sebanyak itu yang terlihat yummi dan elegan, coba kalau ibu-ibu yang malas, pastilah cuma dapat sekeranjang tongkol isi 2 yang banyak durinya.

Di akhir acara tumpeng yang sudah menjadi milik panitia diperbolehkan dinikmati para peserta, boleh menikmati tumpeng yang dibuat peserta lain. Aku sempat mencicipi urap temu kunci yang rasanya eksotik, seumur hidup baru kali ini bisa merasakannya. Enak!
Last but not least, kerja panitia patut diacungi jempol. Mensuport dana, menyediakan dorprize, mengedukasi peserta khususnya ibu-ibu, dan semuanya...Hanya sekedar usul dan saran, kalau mengadakan acara serupa, mungkin perlu ditentukan tumpengnya ditujukan untuk berapa porsi. Maturnuwun dan jempol buat para panitia, juri dan peserta. Juga terima kasih dan 2 jempol untuk RT 11 atas kekompakannya....

Jumat, 18 Oktober 2019

Cowok Blacksweet


Courtesy madjongke.com

Aku dan Mia asyik cekikikan sambil memegangi perut. Si Alas Purwo, yang jadi bahan tertawaan kami hanya mendelik sebal. Sudah hapal dengan keisengan kami. Cowok keling itu menulis sambil berdiri, sebab kalau sambil duduk, tangannya tak bisa menjangkau buku tulisnya.  Entah mengapa, badannya bisa sekecil itu, sehingga dengan bangku-bangku kayu jati yang berukuran besar peninggalan jaman kolonial ini, dirinya semakin ”tenggelam”.
”Mas Pur, pinjam penghapusnya!” Mia kumat isengnya. Kami memang biasa memanggilnya Mas Pur, meski posturnya yang kecil mungil harusnya justru kami panggil Dedek.  Mas Pur mendelik sebal. Tak bermaksud sedikitpun untuk meminjamkan penghapusnya.  Mia tak menyerah, direbutnya penghapus karet itu sampai menimbulkan kericuhan. Bu Win guru kesenian kami melotot.
”Ini,Bu.  Purwono mencubiti aku, jadinya kubalas”, Mia menjawab sekenanya membalas tatapan gusar Bu Win. Tentu saja Mas Pur mencak-mencak.
”Huhuii....cubit-cubitan,Oii ! ” Ada yang nyeletuk,
”Senggol-senggolan,ooiii....!” ada yang nambahin lagi. Membuat suasana semakin kacau balau.
”Sudah...diammm!!! Bu Win memukulkan penggaris satu meteran ke  whiteboard . Membuat kelas kembali hening.  Mia melelet-leletkan lidahnya ke arah Mas Pur yang mendelik murka. Aku hanya tertawa tertahan memegangi perut.  Aku heran, kenapa Mira seneng banget ngisengin Purwono, alias Si Alas purwo,alias Mas Pur.
Pagi itu aku dan Mia duduk di bangku depan kelas, asyik mengamati teman-teman kami yang mulai berdatangan. Dari yang diantar pakai mobil mewah, yang naik angkot, yang jalan kaki, sampai yang bersepeda onthel. Tetapi tidak ada yang bersepeda motor, sebab kami masih kelas VIII alias kelas 2 SMP, belum boleh mengendarai kendaraan bermotor.  Dari kejauhan aku melihat pemandangan yang menggelikan. Seorang cowok mungil naik sepeda kumbang setengah nggak nyampai. Dia duduk di atas sadel, tapi kakinya tak sampai menginjak pedal. Pedalnya dihempas dan berputar, kemudian dihempasnya lagi kalau sudah sampai dijangkauannya kembali. Lucu banget.
”Mia, Mas Pur datang Mia!" Aku menggoyang-goyang tangan Mia yang lagi asyik ngecengin cowok tetangga kelas.  Rambut Mia langsung tegak, eh..maksudnya wajah Mia langsung sumringah. Merasa mendapatkan  sasaran keisengannya. Mas Pur sudah terlihat grogi melihat aku dan Mia, cewek-cewek ”preman kelas” lagi mencari mangsa.
”Mas Pur...Aku padamu....! I lu v U pull. Muahh.....!!!” Mia kumat gokilnya. Seolah dirinya betul-betul naksir pada Mas Pur, padahal  nggak banget lah!
Mas Pur grogi tapi sewot, dipandangnya Mia sambil ingin dikatakan sesuatu, tapi apes betul Dia, lupa menghempas pedalnya, laju sepeda tak terkendali, padahal sudah sampai dekat parkiran, maklum kelas kami paling ujung, hanya beberapa meter dari tempat parkir. Dan...
 ”Gubrakk!!!! Mas Pur jatuh dengan sukses, untung di atas gundukan pasir, jadi tak menimbulkan cedera yang berarti. Mia malah ngakak-ngakak tanpa kasihan.  Mas Pur bangun sambil bersungut-sungut, wajahnya yang hitam memerah saking marahnya, ditambah tengsin berat sama Mia ,aku hanya tersenyum, bingung mau ngapain. Bowo ketua kelas kami yang baru datang segera menolong Mas Pur.
”Awas ya...nanti kalau  Purwo sudah sunat pasti lebih tinggi dari kamu-kamu semua.  Cewek kan kodratnya berbadan lebih kecil dari cowok,” Bowo bermaksud membela Mas Pur, tapi dasar Mia gokilnya agak kelewat, bukannya berhenti menggoda malah semakin menjadi-jadi.
”Ooooo Mas Pur belum sunat to? Wah..belum sunat aja sudah sekecil ini, jangan-jangan kalau sudah sunat semakin kecil dan menghilang,” Ha.ha.ha...Mia semakin terbahak-bahak. Nggak sopan banget tuh anak.  Untunglah bel segera  berbunyi. Sehingga kericuhan itu terhenti, Mas Pur masuk kelas sambil menyilangkan jarinya di atas kening sambil menatap Mia sebagai isyarat kalau Mia dianggapnya tak waras. Ternyata pede juga tuh anak.

Aku dan Mia sama-sama kurang suka pelajaran berenang. Di samping harus berbikini ria di kolam renang sehingga memperlihatkan putih dan mulusnya kulit, kami juga sama-sama kurang suka masuk ke air. Apalagi Mia yang malas mandi (Piss...Mia!!) . Dan alasan yang paling utama, kami tak bisa berenang. Ini membuat kami terlihat bego,  sungguh-sungguh merupakan siksaan yang berat bagi kami.  Pak Aries guru renang kami berteriak-teriak memberi pengarahan pada kami tentang cara-cara berenang. Mas Pur tertawa mengejek melihat aku dan Mia hanya berendam di pinggiran kolam. Kali ini dia merasa berada di atas angin.  Dengan pongahnya dia naik ke papan luncur yang tinggi, lalu salto masuk ke kolam yang dalam, kemudian menyembul dan berenang ke tepi kolam renang. Lidahnya menjulur-julur ke arah aku dan Mia, mengingatkanku pada pleky, anjing tetangga sebelah yang lagi kelaparan.  Mia geregetan, tapi betul-betul mati kutu.  Aku dan Mia tak berkutik terdiam di pinggiran kolam.  Mas Pur semakin menjadi-jadi. Ia kembali naik ke papan luncur, ingin memamerkan kehebatannya, sombong banget dia. Tapi tiba-tiba terdengar suara Pak aries menggelegar,
” Pur,..renangmu itu gaya sungai, jangan dipamerkan di sini! Dengar dulu penjelasan Bapak, biar kamu bisa berlatih renang dengan benar,..”
”Ha.ha.ha..!”.kali ini aku dan Mia bisa tergelak, sementara teman-teman yang lain berteriak Huuu.....!” pada Mas Pur. Mas Pur yang terlanjur kepedean jadi grogi. Badannya yang siap terjun dari ketinggian papan luncur jadi oleng, dan....pretttt!!!!! Celana kolornya nyangkut di papan luncur, tapi Mas Pur berhasil terjun bebas masuk ke kolam, dan lama tak menyembul-nyembul. Aku dan Mia semakin  terbahak-bahak sampai  air kolam terasa hangat, serasa ada sesuatu yang mengalir deras dari celana renang kami, sampai ter pipis-pipis. Bahkan air matapun sampai keluar saking gelinya. Mas Pur menyembul di pinggiran kolam, tapi Aku dan Mia yakin, dia pasti nggak bakalan berani naik ke atas. Rasain Lu...ha.ha..ha.....!!!

”Ha.ha..!”.Aku dan Mia terbahak-bahak mengingat cerita 5 tahun yang lalu.  Senang sekali kami bisa bertemu setelah kami berpisah selama 3 tahun karena melanjutkan ke SMA yang berbeda. Kali ini kami bermaksud mendaftar ke universitas yang sama. Kulihat Mia penampilannya tidak secuek dulu. Rambutnya sedikit dipanjangin. Manis juga sebenarnya temanku ini. Sementara aku masih seperti dulu , nyaris tak ada yang berubah.
”Mia..!” Aku menyikut lengan Mira yang sedang ngantri pengembalian formulir pendaftaran mahasiswa baru.  Mia mendelik karena lagi asyik  ngedengerin musik dari headset hapenya. Aku mengerlingkan mataku ke arah seorang cowok yang dari tadi sepertinya mengamatiku sampai membuat aku risih.  Mia menengok ke arah kerlingan mataku.
”Lumayan...bisik Ma. ”Black sweet,” lanjutnya lagi. Aku gemas. Peduli amat mau black sweet apa blek bodhol. Aku cuma sebel saja  menyadari kalau dari tadi matanya melotot ke arahku. Ingin rasanya kuculek aja biar kapok. Lha ini Mia malah tertarik. ”Huh..!” tambah sebel saja aku jadinya.
”Kok sewot, sih..”Mia menatapku aneh. ”Kamu juga naksir yaa?? Mia tambah meledekku. Aku semakin keqi.
’Ambil gih,” gerutuku kesal. Mia ter bahak, membuat beberapa pasang mata menengok ke arah kami. Mia cepat-cepat menutup mulutnya. Sudah agak mengerti sopan santun juga dia rupanya. Tiba-tiba cowok itu sudah mengantri di depan aku dan Mia .Sungguh-sungguh tidak gentleman. Main serobot saja.
”Sorry, kalian kebanyakan heboh sih, jadi aku duluan,” cowok itu tersenyum penuh kemenangan,membuat aku dan Mia rasanya ingin menghajar tuih cowok sampai babak belur, untungnya petugas loket pengembalian formulir segera menyuruh kami maju. Cowok itu tersenyum mengejek setelah urusannya selesai. Aku dan Mia pura-pura cuek, padahal kalau tidak menyebalkan senyum tuh cowok manis juga. Alamak...!!Jangan-jangan cowok itu sudah menghipnotisku kok tiba-tiba aku jadi memperhatikannya. Sialan betul.

Petugas dan pengawas ujian masuk Perguruan Tinggi Negeri sudah datang. Aku dan Mia berdoa dalam hati. Semoga soal-soalnya bisa kami kerjakan dengan mudah, sedang peserta yang lain tidak ada yang bisa, sehingga kami bisa diterima.  Hemm..doa yang betul-betul egois. Tapi untuk urusan nasib terkadang kita memang harus egois. Aku duduk bersebelahan dengan Mia, sebab nomor pendaftaran kami berurutan. Bangku di sebelahku kosong. Tiba-tiba ada seorang cowok tergesa-gesa duduk di sebelahku. Oh my God..Si tengil itu ternyata duduk di sebelahku. Apes bener nasib awak. Meski terlambat, cowok itu duduk dengan tenang dan santai. Kepedean banget deh. Gayanya sok pinter lagi.  Tapi, kalau betul-betul pinter, lumayan juga nih cowok, bisa dimanfaatin.
Aku dan Mia kasak kusuk. Banyak soal-soal yang belum bisa kami kerjakan. Aku melirik lembar jawaban cowok tengil itu. Lumayan, ada yang sudah dikerjakan. Segera saja kusalin dalam lembar jawabanku. Cowok itu mencibir, tapi aku tak peduli, yang penting Aku bisa mengerjakan soal-soal tes ini, dan Mia tentu saja, karena Mia bisa langsung melirik lembar jawabaanku. Cowok itu selesai duluan.  Aku dan Mia berpandangan, tepat ketika cowok itu berlalu, kami mencium bau tak sedap. Bau telur busuk. Aku dan Mia reflek menutup hidung. Sialan banget tuh cowok, sudah sombongnya setengah mati, ninggalin kentut lagi. Betul-betul tak tahu sopan santun. ”Ganteng-ganteng, jorok..!” Mia menggerutu. Aku jengkel campur geli. Nih cowok betul-betul mengganggu konsentrasiku.

Akhirnya tes seleksi masuk Perguruan Tinggi Negeri itu usai. Aku dan Mia bernafas lega. Saat ini Aku sedang menyantap nasi pecel kesukaanku, sementara  Mia lebih suka memilih soto ayam.
”Tahu nggak Tik, aku heran...kayanya tuh aku kenal banget sama cowok tengil tadi. Seperti ada chemistry gitu...”
”Hah...yang bener saja!” Aku hampir tersedak. Kok bisa-bisanya Mia tertarik sama cowok nggak nggenah kaya gitu.
”Nggak tahu ya Tik, kayanya tuh cowok tipe aku banget, Hitam manis,  cuek, nggak macho-macho amat sih...tapi ganteng deh. Ditambah otaknya encer,..
”Dan kentutan....!~” Aku melanjutkan dengan sebal. Melihat cowok itu kemarin memandangku dengan tatapan kurang ajar saja sudah membuat aku eneg. Kok bisa-bisanya Mia tertarik sama cowok nyebelin itu. Jangan-jangan sudah kena pelet tuh anak. Aku merasa Mia jadi aneh, apa selama tiga tahun ini Mia telah berubah? Ah..aku jadi puyeng sendiri, mungkin dunia sudah jungkir balik.
 ”Hai,...!” Tiba-tiba cowok tak tahu malu itu sudah nyelonong di meja kami. Aku melotot saking kaget nya, sementara Mia malah tersenyum girang , persis kucing disodori ikan asin. Oh My God....cowok ini betul-betul seperti  kutu rambut yang menempel ke mana saja  kepalaku dan kepala Mia bergerak.
Aku pasang tampang galak, tapi cowok itu cuma cengar cengir saja, seolah sengaja menggodaku. Celakanya, kayaknya nih cowok malah lebih tertarik padaku daripada pada Mia yang kesengsem berat padanya. Gawat. Aku harus cari akal. Untung di saat genting seperti ini otakku mau diajak kompromi.
”Mia, aku ke toilet dulu sebentar ya..!” Tanpa menunggu jawaban Mia aku langsung ngacir, cowok itu sengaja tak kupamiti, biar dia merasa kalau aku sama sekali tak suka pada kehadirannya. Meski ada rasa nggak enak juga ketika sekilas kutangkap raut kecewa di wajahnya yang tiba-tiba mengingatkanku pada seseorang yang kukenal, tapi entah siapa. Hii..kok aku jadi ikut-ikutan merasa dekat dengan cowok itu. Pasti aura peletnya sudah ikut mempengaruhiku. Sorry ya..aku nggak mempan sama yang begituan. Huh..kok jadi ngelantur.
Lega rasanya bisa  bebas dari makhluk menyebalkan itu. Biar saja Mia tertarik sama cowok itu, yang penting kalau betul-betul jadian jangan ngajak aku dekat-dekat. Hmm ....Bingung juga aku ke toilet tanpa tujuan. Tapi tak ada salahnya kalau aku merapikan rambutku. Kutatap wajahku di cermin. Kok masih tetap jelek ya..padahal aku sudah tersenyum semanis mungkin. Ups..malah jagi kayak orang gila senyum-senyum sendiri. Akhirnya aku keluar dari toilet, aroma urin membuat aku ingin muntah. Dari kejauhan kulihat Mia duduk sendiri. Ngacir ke mana tuh cowok, jangan-jangan dia sudah ngecewain Mia dengan meninggalkannya begitu saja, karena sebenarnya yang diincar aku.  Duh..ngelantur lagi. Siapa yang mau sama cowok kayak gitu. Hii....
”Tika...cepetan sini..!” Mia tak sabar melambai ke arahku yang berjalan gontai. ”Ada apa sih?” Penasaran juga melihat Mia terlihat sangat bahagia.
”Aku barusan bertukar nomer hape,” Mia merem melek saking senengnya.
”O ya?” Pertanyaan yang bego, sebab sebenarnya aku sama sekali tak tertarik. Hanya untuk menjaga perasaan Mia saja aku pura-pura ikut seneng.
Tiba-tiba hape Mia mengeluarkan sinyal kalau ada SMS yang masuk. Tapi nama pengirimnya Want No.
”SMS dari Dia.!”  Mira menjerit histeris. Huh..baru di SMS saja kayak dapat undian milyaran. Memangnya gitu ya orang yang lagi jatuh cinta? Aku bergumam dalam hati.
”Kita buka bareng-bareng Tik,..!” Mia mendekatkan layar hapenya kepadaku, sehingga aku juga bisa membaca SMS yang masuk.Kulihat tangan Mia gemetar, mungkin saking deg-deg-annya. Ternyata isinya pendek saja. Kualat Loe waktu SMP suka ngisengin gue.  Poer want no.
”Mas Poerrr....!!!!!! Aku dan Mia berteriak kaget, seolah baru saja mendapat pukulan telak dan jatuh KO terkapar di tengah ring tinju..........


Senin, 14 Oktober 2019

Botok tongkol suir tanpa daun


 Botok adalah salah satu kuliner khas jatim. Biasanya botok terdiri dari lombok hijau, tomat hijau, tempe, teri,belimbing wuluh, tempe, macam- macam sayuran seperti kacang panjang, pare welut, kemangi,  dll.
Lazimnya, botok dibungkus daun dengan cara ditum dan dikukus, tapi kebetulan hari ini saya lupa membeli daun pisang, jadi saya putar otak agar botok yang sudah terbayang dalam angan saya tetap bisa saya wujudkan tanpa harus kembali ke pasar untuk membeli daun yang itupun belum tentu ada. Akhirnya saya mempunyai ide untuk mencetak botok saya, tapi tentunya dengan  sedikit bahan tambahan agar botok saya mempunyai daya rekat. Tentunya kwlapa yang terpakai harus kelapa yang relatif masih muda, sehingga rasanya lebih lunak, sedikit manis dan mudah merekat atau bersatu.
Untuk mamah mamah, ibu ibu, emak-emak, bunda-bunda yang ingin resepnya, silakan cekidot :
Siapkan cetakan apa saja yang bunda punya yaaaa....
Resep Botok tongkol suir tanpa daun :

Bahan :
1. 200 gr tongkol, disuir2. 
2. 1 butir kelapa, diparut.
3. 1 papan tempe 8x4x3 cm, potong dadu kecil
4. 1 buah tahu +- 8x5x4 cm, haluskan, sisihkan.
5. 5 mata pete, potong kecil.
6. 5 buah kacang panjang, iris kecil2.
7. Segenggam kemangi.
8. 1/4 buah mangga muda(secukupnya), serut kecil.
9. 10 buah cabai hijau potong kecil.
10. Telur 1 butir.
Bumbu yang dihaluskan
1. 3 siung bawang putih
2. 5 butir bwg merah
3. sesendok makan garam
4. 1 sendok mkn gula pasir, kl syka manis bs 2 sdk mkn.
5. Satu ruas jari kencur
6. Satu ruas jari temu kunci
7. Kl suka pedas bisa ditambahkan lg lombok rawit, bisa dihaluskan, bisa dipotong kecil-kecil.
8. Bisa ditambahkan kaldu bubuk 1 sachet, tapi takaran garamnya dikurangi, kira2 separuhnya.
Cara membuatnya :
1. Haluskan bumbu bumbu yang harus dihaluskan.
2. Campurkan semua bahan sampai tercampur rata.
3. Masukkan dlm cetakan sambil sedikit ditekan supaya membentuk.
4. Kukus dlm kukusan yg airnya sdh mendidih kira-kira 30 menit.
5. Keluarkan dari kukusan, dan keluarkan dari cetakan. Botok siap dinikmati. Nyam2.....