Kamis, 12 Desember 2019

Tumpeng untuk Ibu




Kamis kemarin, 12 desember 2019 di balai desa Krandegan diadakan Lomba tumpeng menyambut hari ibu. Acara yang menarik. Lomba diadakan antar RT, dengan jumlah RT sekitar 37 dalam lingkup Desa Krandegan. Para peserta diberi anggaran dari desa sebesar 50 ribu untuk mewujudkan sebuah tumpeng dalam rangka menyambut hari ibu.
Dalam rapat RT sempat bingung, sebab RTku kebetulan dalam minggu yang sama mendapat amanah menyediakan tempat bagi pengajian ibu-ibu muslimat di hari ahad pahing. Sempat tercetus untuk memesan tumpeng yang sudah jadi saja untuk kemudian disetor ke panitia, toh peserta cuma diwajibkan setor tumpeng yang sudah jadi. Ada yang usul untuk memesan kepada penjual makanan yang biasa membuat tumpeng, tapi sayangnya domisilinya di RT lain, jadi tidak bisa diterima. Yang paling ideal usulan memesan pada warga RT sendiri, yang lain tinggal membantu mendoakan. Tapi kalau melihat anggaran yang cukup mepet, kasihan juga kalau semua dibebankan pada satu orang saja. Akhirnya Bu RT memutuskan aku dan Bu Anies untuk membantu Bu Nur mempersiapkan tumpeng untuk lomba. Ya sudah, bismillah saja. Yang penting kita berpartisipasi dan berusaha sebaik-baiknya.
Menjelang hari H kami berembug, membuat rincian anggaran dan menentukan desain tumpeng, juga berbagi tugas. Ternyata menyusun rincian anggaran cukup memusingkan. Semula Bu Nur mengusulkan burung dara panggang. Dan aku sempat setuju, tapi ketika mengotak atik anggaran kok agak susah bernafas. Dari nasi saja sudah sekitar 10 ribu. Hiasan dan daun pisang sekitar 5 rb, bisa lebih. Sayuran dan bumbu urap 5 rb. Burung dara dan bumbunya sekitar 10 ribu. Telur kl beli 1/4 kg saja sudah 6ribu. Tentunya ada lauk lain, minyak goreng, dan bahan lain yang yang ternyata melebihi 50 rb. Akhirnya kami putuskan lauknya tahu,tempe,telur dan telur puyuh dan ikan asin sebagai teman urap,  tapi diolah bermacam-macam masakan,tahu dan tempe bacem, orek(tumis) tempe lombok ijo, tahu kukus, perkedel tahu, dan telur puyuh ceplok bumbu bali pedas.Sedang telur rebus dan telur puyuh rebus untuk membuat hiasan berbentuk ayam.Sehingga mbak Lilik yang menawarkan untuk membelikan daging puyuh matang terpaksa kami tolak. Kami berbagi tugas, Bu Nur masak nasi dan sayurnya, aku masak lauk, Bu Anies bagian menghias tumpeng. Malamnya kami cek semua siap, persiapan untuk besok pagi.
Pagi Aku datang ke tempat Bu Nur. Bu Anies sudah sibuk mempersiapkan hiasan, aku ikut nimbrung. Tak lama Bu Rodhli datang dengan produk susu kedelainya yang aman,alami dan murah, juga buah-buahan. Saat kami bingung bagaimana caranya mengangkut tumpeng ke balai desa, karena kalau dibawa memakai sepeda motor bisa ambyar di jalan, Bu Yun datang menawarkan mobilnya, kebetulan Pak Sayuti yang sedang sibuk membenahi kolam bersedia mengantar. Alhamdulillah, satu persatu kendala teratasi, karena waktu begitu cepat berlalu.Tumpeng siap dibawa ke kantor desa, Bu Rodhli yang baik hati bersedia memangku tumpeng yang beresiko megal megol terkena gerakan jalannya mobil. Aku mendampingi di sebelahnya sambil menyangga piring buah. Alhamdulillah, akhirnya tumpeng sudah duduk manis di meja nomer 4 dengan piring buah dan rangkaian bunga yang cantik. Bu Anies yang menyusul melengkapinya dengan segelas susu kedelai dan segelas air putih.
 Kira-kira jam 10.00 wib acara dimulai,dibuka oleh pembawa acara dan dilanjutkan sambutan dari Bu Lurah yang berharap semua peserta menang. Acara sempat molor satu jam dari jadual karena memberi toleransi pada peserta yang mungkin telat sambil membenahi yang masih kurang. Mas Ryan, sebagai ketua pokja memberi sambutan dan menjelaskan sedikit tentang pertumpengan, bahwa sebaiknya untuk tumpeng perayaan warnanya kuning, karena merayakan hari ibu ya segala sesuatunya berhubungan dengan ibu, berbentuk kerucut yang melambangkan kesejahteraan dan letaknya di tengah. Sedang tumpeng nasi putih menggambarkan sesuatu yang spiritual. Hahay....tumpeng RT kami sudah langsung kalah 2 set,  sebab tumpeng kami terdiri dari kombinasi nasi dan tiwul, serta terletak di pinggir. Aku hanya tersenyum. Sebab kami memang tidak terlalu berharap menjadi juara, jika melihat tumpeng-tumpeng peserta lain yang kuning kuning dan cantik-cantik. Semoga Juri juga mempertimbangkan tumpeng kami yang menyentuh hati ibu banget karena kutulisi Aku sayang(dengan bentuk cinta/hati) ibu, meski warnanya tidak kuning, sebab menghargai ibu tidak harus dengan perayaan, tapi mengungkapkan rasa sayang dan cinta kepada ibu lebih menyentuh hati dan berkesan (ngelesssss.....:-). Tiwul dan nasi putih yang menggambarkan ketahanan pangan, sekaligus seorang ibu yang berada dalam keprihatinanpun tetap mengutamakan spiritualitas, lagian meski nasi tiwul sawo matang penampilannya tetap cantik :-). Letaknya di pinggir menggambarkan kemuliaan hati ibu yang rela meminggirkan diri untuk memberi kesempatan pada anak-anak dan suaminya meraih kebahagiaannya, karena seorang ibu akan ikut bahagia kalau anak-anak dan suaminya bahagia ( ngeles lagiiiii....:-)
Pembukaan diakhiri dengan doa oleh bu Modin.

Penjurian dimulai, lumayan membuat ngantuk menunggu penjurian dan menanti tumpeng kita dinilai. Ada yang membuatku gembira, karena bertemu teman lama sewaktu mengikuti THL PP di Malang, berangkat bersama dari madiun dan berjuang bersama mencari penginapan dan mengikuti seleksi bersama, Mbak Siti, ternyata beliau menjadi juri. Jadi malu, kok aku sampai lupa, pengin ngobrol sebenarnya, tapi waktu dan tempatnya belum pas, hehehe....

Aku bersama Bu Anies, Bu Yun dan Bu RT pulang duluan karena sudah hampir jam 13.00.Tapi masih ada Bu Modin yang bisa mewakili RT 11.
 Ternyata betul-betul mukzijat, mungkin ini atas doa semua ibu-ibu RT 11 dan mungkin bapak--bapaknya juga tumpeng kami mendapat juara 3. Alhamdulillah, semoga menjadi penyemangat dan motivasi ibu-ibu yang lain agar lain kesempatan bergantian mewakili RT ikut kegiatan serupa, sebab banyak manfaat dari kegiatan ini, ada tips untuk menghindari pemakaian penyedap dan bahan-bahan aditif lainnya seperti pemanis buatan, pengempuk, pewarna buatan, pengembang,dll dari Bu Siti dan menghindari pemakaian tomat sebagai hiasan karena bisa mengundang lalat buah dan cepat rusak dari Bu Khotimah.
Selain itu juga bisa belajar dari peserta lain, juara 1 yang menghias dan membingkai rincian anggaran membuat kita sadar pentingnya managemen keuangan dalam keluarga, bertanggung jawab mengelola anggaran,anggap uang kita hanya 50 ribu, tidak ada uang lain. Anggaran konsumsi harus disesuaikan dengan budget, kalau perlu masih ada sisa tapi tetap bisa menyediakan gizi yang cukup dan berimbang. Jangan terlalu ngirit, tapi juga jangan sampai tekor karena bisa membuat kita terlibat hutang kalau melampaui anggaran.
Sedang juara 2 sangat inspiratif sekali karena dengan tongkol seharga 5 rb bisa disulap menjadi hidangan rolade tongkol dan sate lilit tongkol sebanyak itu yang terlihat yummi dan elegan, coba kalau ibu-ibu yang malas, pastilah cuma dapat sekeranjang tongkol isi 2 yang banyak durinya.

Di akhir acara tumpeng yang sudah menjadi milik panitia diperbolehkan dinikmati para peserta, boleh menikmati tumpeng yang dibuat peserta lain. Aku sempat mencicipi urap temu kunci yang rasanya eksotik, seumur hidup baru kali ini bisa merasakannya. Enak!
Last but not least, kerja panitia patut diacungi jempol. Mensuport dana, menyediakan dorprize, mengedukasi peserta khususnya ibu-ibu, dan semuanya...Hanya sekedar usul dan saran, kalau mengadakan acara serupa, mungkin perlu ditentukan tumpengnya ditujukan untuk berapa porsi. Maturnuwun dan jempol buat para panitia, juri dan peserta. Juga terima kasih dan 2 jempol untuk RT 11 atas kekompakannya....